Senin, 24 Mei 2021

Creepypasta Story : Camp Stories

Camp Stories
Penulis: RiNacht
  
   
  
    James dan teman-temannya datang ke hutan untuk berkemah dan mulai menceritakan kisah seram didepan api unggun, tanpa menyadari kalau salah satu dari cerita seram mulai membawa mereka ke dalam sebuah petaka.

-----

     Aku akan menceritakan pada kalian kisah yang berhasil membuatku ketakutan hingga saat ini. Semua bermula ketika aku dan teman-temanku memutuskan untuk berkemah di sebuah hutan. Awalnya semua berjalan dengan baik, hingga mereka memutuskan untuk menceritakan kisah itu.
     “Hei, aku bosan dengan perkemahan ini.” Steve mendengus, sesekali melempar kerikil ke sembarang arah. “Ayo bercerita!” Terdengar semangat yang membara dari ucapan Louis. “Aku terlalu tua untuk mendengarkan kisah anak-anak.” Matt memutar bola matanya, meremehkan pendapat Louis.
    “Kurasa ide Louis tidak buruk. Aku akan lakukan apapun untuk menghilangkan rasa bosan ini.” Steve berhenti melempar kerikil, sepertinya dia mulai tertarik dengan arah pembicaraan ini. “Ya, tentu saja. Bukankah perkemahan takkan lengkap tanpa cerita seram?” kataku menyetujui usulan itu. Sungguh keputusan yang salah. Harusnya aku tidak pernah menyetujui usulan Louis.
    Matt menghela nafas dan memandang tajam ke arah api unggun. "Baiklah, jika itu yang kalian inginkan. Siapa yang mulai pertama?"
    “Aku mau!” ucapku lantang. “Ceritakan,” perintah Matt.
    “Suatu hari, ada seorang laki-laki kurus dan kikuk bernama Matt. Dia sedang mendengarkan lagu menggunakan earphone,” ucapku dengan nada yang dibuat-buat seram.
    “Kenapa aku?!” Matt memprotes tidak setuju. “Diamlah, Matt. Ini cuma kebetulan kalian memiliki nama yang sama,” balasku sambil menyikut tangan Matt. "Oke, akan kulanjutkan. Matt sebenarnya tidak betul-betul sedang mendengar lagu. Dia hanya menempelkan earphone itu di telinganya tanpa memutar lagu apa-apa.”
    “Matt sangat bodoh,” sambung Louis.
    “Bilang saja padaku jika kamu ingin mati cepat,” kata Matt kesal. Aku dan Steve tertawa melihat kekonyolan Matt, lalu aku melanjutkan ceritaku.
    “Awalnya tidak ada suara apapun. Lalu, tiba-tiba earphone itu berbunyi. Matt berpikir kalau itu hanyalah lagu yang tak sengaja terputar karena ponsel tuanya memang sedikit bermasalah. Namun, itu tidak terdengar seperti lagu sama sekali. Suaranya terdengar seperti tawa cekikikan yang pelan, diiringi dengan bahasa yang tidak dia mengerti. Awalnya Matt mengabaikan itu semua, namun suara itu menjadi semakin keras, hingga membuat Matt merasa muak. Matt baru saja akan mencabut kabel earphone itu, lalu dia menyadari satu hal. Dia tidak tidak menyambungkan kabel itu dengan ponselnya sedari awal. Setelah dia menyadari semuanya, suara-suara aneh itu mendadak hilang. Bagaimana? Apa ceritaku seram? Ini kisah nyata loh.” Aku membusungkan dadaku dengan bangga pada mereka bertiga. Tentu saja ceritaku bohong, aku mengarang cerita aneh itu untuk membuat Matt jengkel.
    “Tidak juga. Tapi itu lumayan,” kata Louis lalu mengangguk, tanda kalau dia setuju dengan ucapannya sendiri. “Louis benar, walau itu tidak menyeramkan tetapi ceritamu tidak buruk,” sambung Steve.
    “Ceritamu jelek, James. Karena ceritamu dengan asal menggunakan namaku,” kata Matt sambil memutar kedua bola matanya. “Memangnya kamu punya cerita yang lebih baik dari punyaku?” tanyaku berusaha memancing emosi Matt. Matt tersenyum mengejek, dia menatap ke arahku dengan tatapan mengintimidasi. “Tentu saja, jauh lebih baik darimu.”
    “Kalau begitu silahkan mulai.” Matt mencari posisi yang nyaman di dekat api unggun, lalu dia memulai ceritanya.
    “Ada seorang anak kecil bernama Alice. Dia memiliki seorang teman khayalan atau biasa disebut teman imajiner. Semua orang menganggap itu hanya fase perkembangan, sehingga mereka tidak begitu memperhatikan dan hanya menganggap kalau teman imajiner Alice hanyalah fantasi dari anak berusia 7 tahun.”
    “Lalu? Apakah temannya itu nyata?” tanya Louis.
    “Diam, jangan memotong ceritaku,” cerca Matt, lalu kembali fokus dengan cerita. “Alice sadar kalau temannya tidak bisa dilihat oleh orang lain, tapi dia bersikeras kalau temannya itu nyata. Saat Alice dan ibunya menonton berita di televisi, Alice langsung menunjuk ke arah wartawan perempuan di layar. 'Leaf bilang wanita itu adalah pengikutnya' ujar Alice. Ibunya lalu bertanya pada anaknya, 'Siapa itu Leaf?'. Alice langsung menjawab, 'Temanku, tetapi dia tidak ingin menunjukkan dirinya kepada Ibu, dia bahkan memintaku memanggilnya dengan nama samaran agar Ibu tidak ketakutan'. Ibu Alice merasa ada yang tidak beres, dia selalu meminta Alice mengatakan nama asli dari Leaf. Tetapi meski dipaksa seperti apapun, Alice tidak ingin mengatakannya.”
    “Alice yang malang,” kata Steve iba.
    “Malang? Kenapa bisa?” tanyaku bingung.
    “Pasti sulit rasanya menerima fakta kalau orang lain tidak bisa melihat temanmu,” jawab Steve. Matt berpura-pura batuk agar kami kembali memperhatikan ceritanya.
    “Baiklah, mari kita lanjut. Akhirnya sang ibu menyerah menanyai nama sebenarnya dari teman imajiner putrinya. Namun, kejanggalan sering terjadi di rumah mereka. Seperti goresan pentagram di tubuh kucing peliharaan mereka, lampu yang sering berkedip atau darah yang entah dari mana asalnya. Saat sedang melewati kamar putrinya, Ibu Alice tidak sengaja mendengar suara putrinya sedang berbicara kepada teman imajinernya. Saat dia berusaha mendengar dengan lebih jelas, dia tidak bisa mendengar kata apapun. Jadi dia meletakkan perekam suara di dekat pintu kamar putrinya. Disaat dia mengambil rekaman itu dan memutarnya, dia tidak mendengar suara putrinya. Melainkan suara pria yang terdengar sangat jahat. Isi dari rekamannya adalah: AKU ADALAH LUCIFER, DAN AKU TELAH DATANG. AKU ADALAH LUCIFER, DAN AKU TELAH DATANG. AKU ADALAH LUCIFER, DAN AKU TELAH DATANG. AKU ADALAH LUCIFER, DAN KAMU TELAH MENGETAHUI NAMAKU.”
    “Itu… gila,” ucap Louis. “Jadi gadis itu berteman dengan Lucifer? Itu benar-benar diluar perkiraanku,” sambung Louis sedikit meringkuk. Sepertinya dia mulai terbawa suasana. “Ya, aku tidak ingin mengakuinya tetapi ceritamu cukup bagus,” kata Steve. Aku mengangguk setuju. “Yeah, hanya anak-anak tidak beruntung yang mengetahui siapa itu Lucifer,” ucapku. “Baiklah, ada cerita lain?” tanya Matt.
    Louis mengangkat tangannya ke udara dengan bersemangat. “Aku! Aku ingin bercerita!” Aku melirik ke arah Louis, meski terdengar antusias entah mengapa tatapan mata Louis terasa sangat kosong. Aku betul-betul bodoh karena tidak cepat menyadarinya. “Silahkan, Louis,” izin Matt.
    “Suatu hari, ada seorang pria pergi ke dalam hutan sendirian. Dia pergi ke sana bukan tanpa alasan, dia diperintahkan untuk mengambil peralatan berburu milik temannya yang tertinggal. Karena bayaran untuk mengambil alat itu sangat lumayan, dia menyetujuinya. Saat tiba di hutan, dia tidak menemukan alat apapun. Sebaliknya, dia malah tewas dibunuh oleh teman-teman yang memintanya untuk datang. Dia dikuburkan secara asal, sehingga membuat jiwa pria itu tidak bisa beristirahat dengan tenang. Sejak saat itu, hantu dari sang pria terus menggentayangi hutan, mengharapkan kebebasan. Tamat.”
    Matt mendengus geli. “Ceritamu sama sekali tidak seram. Jujur saja, cerita milik James bahkan lebih baik,” sarkas Matt.
    “Bagaimana bisa kamu berkata seperti itu? Ceritaku adalah cerita nyata!” bela Louis. Seakan tidak berniat mengubris Louis, Matt melempar sebuah balok kayu untuk menambah besar api. “Meski pun begitu, kamu tetap tidak membawa ceritanya dengan baik. Apa tidak ada cerita yang bagus?! Payah sekali,” gerutu Matt.
    Dengan cepat, Steve mengangkat tangannya “Aku punya cerita yang bagus.”
    Semua memandang ke arah Steve, mencoba fokus dengan kisah yang akan dia ceritakan.
    “Apa kalian pernah dengar kisah tentang para Hamba Hutan?” Aku menggeleng. "Apa itu?"
    “Konon, beberapa hutan memiliki jiwanya sendiri. Sulit bagi hutan untuk mempertahankan jiwanya, karena itu hutan memerlukan energi kehidupan agar jiwanya terus hidup.”
    “Apa yang menyeramkan dari itu?” tanya Matt yang tampak tidak tertarik dengan cerita Steve.
    “Hutan mendapat energi kehidupan dari setiap hewan yang tinggal didalamnya. Namun, hewan-hewan itu akan habis cepat atau lambat. Hutan dengan jiwa yang tidak memiliki hewan di dalamnya akan mulai menghisap energi manusia. Siapapun yang mati di dalam hutan, maka hutan akan menyerap energi kehidupannya. Manusia yang energinya diserap oleh hutan, akan menjadi Hamba Hutan. Jiwa dari Hamba Hutan tidak akan bisa pergi ke akhirat. Dia akan terjebak selamanya didalam hutan, membantu hutan untuk mendapat energi kehidupan, hingga ada seseorang yang bersedia menggantikan posisinya sebagai Hamba Hutan. Hamba Hutan dapat terbebas menuju akhirat jika dia membunuh seorang manusia, dan manusia yang mati terbunuh oleh Hamba Hutan akan menggantikan posisi dari Hamba Hutan.”
    “Itu mengerikan,” ucapku merinding.
    Matt tertawa melihatku ketakutan dengan cerita Steve. “Oh ayolah, cerita ini bahkan tidak menakutkan sedikitpun. Lagipula, Steve. Ceritamu hampir sama dengan cerita milik Louis. Payah,” ejek Matt.
    “Aku belum selesai.” Steve menatap kedalam rimbunan hutan, seakan ada sesuatu yang dapat keluar dari sana kapan saja. “Tidak ada yang tahu hutan mana saja yang memiliki jiwa. Tapi tanda yang paling mencolok adalah hutan yang memiliki jiwa akan terasa sangat hening. Keheningan yang begitu mencengkam, rasanya keheningan itu bisa merobek ototmu kapan saja.”
    Louis mulai menggigil, meskipun posisinya yang paling dekat dengan api unggun. “Hei, tidakkah kalian merasa kalau hutan ini terlalu sepi?” tanya Louis.
    Matt menggelengkan kepalanya. “Ini hanya kebetulan saja, lagipula kisah Hamba Hutan itu terdengar sangat mengada-ngada.”
    Steve terlihat tidak senang dengan perkataan Matt. "Kalau begitu, kenapa kamu tidak mencoba untuk memanggil Hamba Hutan?"
    Dengan cepat aku menutup mulut Matt agar dia tidak membalas ucapan gila Steve. “Tidak, Steve! Itu gila! Bagaimana jika cerita yang kamu katakan itu benar? Matt bisa celaka!” Sejujurnya aku sendiri tidak terlalu yakin dengan kisah yang diceritakan Steve, tetapi aku terlalu takut untuk mengambil resiko. Silahkan bila mereka ingin menghinaku sebagai seorang pengecut, aku hanya tidak ingin terjadi suatu hal yang buruk selama perkemahan. “Tenang, James. Tidak semua hutan memiliki jiwa. Ditambah lagi, ceritaku hanya terlihat seperti karangan semata bagi Matt. Hei Matt, apa kamu takut?” tantang Steve. Matt yang mulai kehilangan kesabaran menepis tanganku dan menunjuk ke arah Steve.
    “Aku? Takut dengan cerita anak-anakmu? Hah! Kau membuatku tertawa. Ayo, katakan padaku bagaimana cara memanggil Hamba Hutan atau apalah itu namanya. Tidak ada yang bisa membuatku takut.” Dibandingkan Matt yang membara seperti api unggun yang berada di depan kami, Steve tetap terlihat tenang. “Menurut kabar yang beredar, kamu harus meneteskan darahmu ke tanah hutan. Bila hutan itu memiliki jiwa, bau darahmu akan mengundang Hamba Hutan untuk datang.”
    “Hanya itu? Tidak sulit. Apa kamu yakin ini bukan akal-akalanmu saja?” kata Matt.
    “Tidak apa bila kamu merasa takut, Matt. Itu wajar,” kata Steve dengan nada yang merendahkan. Matt mendecih. Dengan kasar dia mengambil pisau lipat dari tasnya dan menunjukkan pisau itu pada kami semua. “Kalian lihat? Akan kubuktikan kalau cerita konyol Steve hanyalah bualan.” Matt mengiris telapak tangannya, lalu meneteskan darah merah tua itu ke tanah.
    Satu menit, dua menit, tiga menit. Tidak terjadi apa-apa. Hanya ada keheningan dan suara kayu terbakar api unggun. Matt tersenyum bangga. “Sudah kubilang, ini semua tidak nyat-“ KRAAAK.
    Ucapan Matt terhenti seketika karena mendengar suara itu. Saat kami menoleh, kami melihat sebuah pohon besar yang baru saja tumbang, entah bagaimana caranya. “Apa-apaan itu. Steve, apa ini normal?” tanyaku pelan pada Steve.
    “Entahlah, James. A-aku tidak tahu.” Steve terlihat panik. Sedangkan Matt, dia hanya tersenyum geli. “Sudahlah, itu hanya pohon tumbang.” Namun tetap saja, aku merasa ada yang janggal. “Hei, lihat!” seru Louis sambil menunjuk ke dekat tenda. Seekor anak babi hutan kecil memporak-porakkan tas Matt dan menggigit seuntai sosis di mulutnya. “Sialan. HEI! ITU MAKANANKU!” Matt berdiri dan berusaha menangkap babi hutan itu, namun babi itu sudah melesat jauh ke dalam hutan.
    “Cih.” Matt mengambil paksa senter yang ada di genggaman Steve, lalu berlari menyusul babi hutan itu. “Apa yang kamu lakukan, Matt?!” tanya Steve yang terkejut dengan sikap Matt. “Mengejar hewan sialan itu” balas Matt. “Jangan, Matt! Itu terlalu berbahaya!” Aku berusaha mencegah Matt, tetapi itu seakan tidak ada gunanya. Matt terlanjur tenggelam dalam pelukan kegelapan hutan. Steve yang panik mulai terlihat kacau “Kita harus menyusulnya!” teriak Steve. “Apa kamu gila? Satu-satunya senter yang kita miliki ada di tangan Matt. Jika kita menyusulnya kita bisa tersesat!” ucapku frustasi. “Lalu, bagaimana dengan Matt?” tanya Louis gemetar. Steve dan aku saling bertatapan, kami sendiri ragu dengan kemungkinan yang ada.
    “Kuharap dia tidak memasuki hutan terlalu jauh,” harap Steve, sambil membuang beberapa dedaunan ke api unggun. Louis yang sedaritadi diam mulai angkat suara. “Aku tidak suka pada Matt, tetapi aku tidak bisa membiarkannya pergi begitu saja. Aku akan pergi mencari Matt, kalian tetap disini menjaga api unggun.” Tentu saja aku tidak setuju dengan ucapan Louis. Hutan ini gelap dan bisa berbahaya untuknya. "Apa kamu yakin? Kamu bisa tersesat!"
    “Aku akan menggunakan senter di ponselku. Tetap jaga barang-barang di tenda, jangan pergi menyusulku.” Perlahan, Louis meninggalkan tempat perkemahan dan menembus kegelapan hutan. “Hah... hutan ini membuat kita semua gila” gerutu Steve. “Ya, ditambah memikirkan kisahmu tentang Hamba Hutan membuatku semakin gila,” sambungku. Steve menunduk, aku jadi merasa bersalah karena sudah menyalahkan Steve. “Kamu benar, James. Ini semua adalah salahku.”
    Tidak ada diantara kami yang ingin membuka suara. Untuk menghilangkan perasaan tidak nyaman ini, aku memutuskan membuka ponselku. Sekadar membaca ulang pesan yang ada. Sayang sekali, sinyal di hutan ini sangat buruk. Disaat aku sedang melihat-lihat chat lama, aku tersadar akan sesuatu. Sesuatu yang tak pernah kusadari dari awal. “Hei, Steve. Siapa yang mengajakmu kemari?” Steve menoleh kearahku lalu mendongakkan kepalanya ke langit, berusaha mengingat-ingat. “Louis yang mengajakku. Saat siang hari, aku mendapat pesan dari Louis kalau hutan ini adalah tempat berkemah yang sangat bagus, lalu memintaku untuk datang ke hutan ini diwaktu sore. Itu lucu, karena biasanya Louis tidak suka berkemah.” Aku menatap tajam ke arah Steve, tindakanku yang tiba-tiba berhasil membuat Steve bingung. “Ada yang salah?”
    “Apa kamu tidak menyadarinya? Louis meminta kita datang ke hutan ini. Saat kita sampai, dia sudah menunggu kita di mulut hutan.”
    “Lalu kenapa? Menurutku itu tidak salah.” tanya Steve tak mengerti.
    “Ya Tuhan, Steve sadarlah. Saat kita datang, Louis hanya berdiri di dekat pohon, meminta kita datang ke arahnya. Kenapa dia meminta kita untuk langsung datang kemari? Dia bisa saja meminta kita datang ke rumahnya, agar dia bisa menjadi pemandu jalan ke hutan ini. Tetapi dia tidak melakukannya. Kita harus bergantung pada GPS untuk sampai ke tempat ini. Lalu, apa kamu sadar kalau Louis tidak membawa tas apapun kemari? Seakan dia-" Dengan cepat Steve memotong ucapanku. "Seakan dia sedari awal sudah ada di hutan ini…”
    Tiba-tiba aku mendengar suara langkah kaki yang cepat. Aku dan Steve menoleh ke arah pepohonan. Jantungku berdegup kencang, aku takut dengan apa yang sedang menuju kemari. Namun perasaanku menjadi lega saat aku melihat itu adalah Matt, dia berlari seakan menghidari sesuatu. Dengan napas tersengal-sengal, Matt bercerita apa yang dia lihat. “Lou-Louis. Tolong Louis. Induk babi hutan menyerangnya. Cepat!” kata Matt sembari berusaha memperbaiki pernafasannya yang kacau.
    “Apa?!! Antar aku kesana, Matt!!” Aku hampir berlari menuju hutan disaat Steve menarik lenganku. “Apa kamu yakin kalau dia adalah Matt, James?” Aku menoleh ke arah Matt. Tatapan mata Matt terasa kosong. Lalu, luka di telapak tangannya telah menghilang. "Hamba Hutan..." gumam Steve.
    Matt menangis dengan tatapan mata yang tetap kosong. Dia berusaha meraihku dan Steve, tetapi kami bisa dengan mudah bisa menghindar. “Ayolah, kalian harus membantuku. Mereka akan membebaskanku jika aku menemukan penggantiku, sama seperti mereka membebaskan Louis.” Matt mengeluarkan pisau lipat dari sakunya, lalu berlari liar ke arah Steve. Steve menahan dan berusaha mengunci pergerakan Matt, tetapi dia tidak bisa melakukan lebih dari itu. “James, larilah! Aku akan menahan Matt. Tetapi ingat! Jika kamu melihatku lagi, jangan pernah mempercayai kata-kataku!” Aku gemetar ketakutan. Aku ingin menolong Steve, namun instingku berkata aku harus kabur. “Cepat, James! Aku tidak bisa menahannya lebih lama lagi!” Akhirnya aku memutuskan untuk kabur. Aku meninggalkan barang-barangku, termasuk meninggalkan Steve bersama Matt yang telah menjadi Hamba Hutan.
    Aku berlari, terus berlari. Hingga aku melihat cahaya terang dari ujung hutan. Saat aku keluar dari hutan, aku menghirup udara kebebasanku sebanyak-banyaknya. Disaat aku akan melangkah ke mobil kami, aku mendengar suara panggilan. “James, tolong aku.” Aku menoleh, Steve berdiri di mulut hutan dengan tatapan kosong. “Kakiku sakit, sepertinya aku tidak bisa berjalan lebih jauh dari ini. Kemari, tolong bantu aku mengobati kakiku.” Seakan terhipnotis, aku hampir kembali memasuki hutan itu. Sedikit lagi, sampai seseorang menepuk bahuku. "Hei, Nak! Apa yang kamu lakukan di hutan malam-malam begini?!" Seorang pria tua mengejutkanku, dan itu berhasil membuatku kembali sadar. "Hutan ini berbahaya! Tidak seharusnya orang sepertimu datang kesini! Apa saja yang dilakukan penjaga sebelum aku hingga membiarkanmu kemari?!" Pria itu terus mengguncang tubuhku dengan kuat. Saat aku kembali menoleh ke dalam hutan, Steve sudah menghilang.
    Aku menceritakan seluruh kisahku pada pria itu. Pria itu terlihat tidak percaya, namun dia tetap menelpon polisi dan menceritakan kisah yang kuceritakan padanya tadi. Polisi menyusuri hutan itu berhari-hari, tetapi mereka tidak menemukan siapapun kecuali barang-barang perkemahan yang kami tinggalkan. Menurut perkataan orang tuanya, Louis sudah tidak kembali ke rumah selama seminggu. Tidak ada seorangpun yang tahu kemana Louis, bahkan orang tuanya sendiri tidak mengetahui jika Louis perki memasuki hutan saat itu. Aku ingin mengatakan pada mereka tentang cerita yang pernah Louis ceritakan di depan api unggun, namun aku sendiri meragukan kebenaran cerita itu.
    Louis, Matt, dan Steve ditetapkan sebagai remaja yang kabur dari rumah, dan mereka tidak pernah ditemukan.
    10 tahun telah berlalu, dan aku masih merasa takut. Meski aku telah berusaha sekuat mungkin menghindari hutan manapun, aku tetap dihantui rasa bersalah. Harusnya aku bisa mencegah Matt mengejar babi hutan itu, harusnya aku bisa membantu Steve melawan Matt yang sudah menjadi Hamba Hutan, dan harusnya aku sadar kalau Louis sudah berubah mencurigakan. Hingga saat ini, disaat aku berusaha untuk tidur pada malam hari, aku masih bisa mendengar suara rintih Steve meminta tolong padaku untuk membebaskan dirinya.

Rabu, 17 Maret 2021

Creepypasta Story : Why I Hate Lightning McQueen

Why I Hate Lightning McQueen
Sc: Creepypasta
https://www.creepypasta.com/why-i-hate-lightning-mcqueen/


Kurasa aku tidak bisa mengatakannya dengan kata-kata, betapa senang rasanya menjadi seorang Ayah. Aku mencintai Daniel lebih dari yang bisa kukatakan. Senyumnya yang cerah dan bersinar, keingintahuannya yang tak ada habisnya tentang dunia di sekitarnya, dan sifatnya yang lembut dan penuh kasih.

Saya tidak berpikir saya mampu mencintai orang lain sebanyak ini, tetapi setiap kali saya mendengar tawa kecilnya, atau melihat senyumnya, saya tahu. Bahkan hal terkecil yang dia lakukan membuat saya sangat bangga. Setiap prestasi yang ia raih adalah sesuatu yang ingin saya rayakan. Bahkan minatnya yang tidak saya sukai, saya mencoba setidaknya menikmati kesenangannya terhadap mereka, jika itu masuk akal.

Mobil adalah salah satu dari minatnya. Film-film Disney dengan Owen Wilson memerankan Lightning McQueen, sebuah mobil balap merah yang secara mengejutkan menyukai balap. Saya kira filmnya tidak seburuk itu. Tetapi sejak dia masih bayi, Daniel suka menonton dua seri yang pertama, dan minatnya pada film itu tidak hilang pada saat seri ketiga datang.

Aku telah berencana untuk membawanya pada malam pembukaan, dan aku akui, bahkan aku sedikit bersemangat untuk itu. Sebagian karena trailer menunjukkan Lightning McQueen mengalami kecelakaan mobil yang mengerikan, dan saya berharap itu mungkin berarti film akan sedikit lebih menarik, dan sebagian karena saya ingin istirahat dari perburuan pekerjaan.

Saya bekerja sebagai penjual di dealer Chevrolet lokal selama beberapa tahun terakhir. Saya sebenarnya berharap untuk bekerja sampai ke manajer penjualan, meskipun harapan-harapan itu hancur ketika setengah dari tim penjualan diberhentikan, termasuk saya sendiri. Saya tidak keberatan melihat Daniel sepulang sekolah. Tapi aku tidak suka membiarkan istriku, Theresa menjadi satu-satunya pencari nafkah. Dia terus meyakinkan saya bahwa ini akan baik-baik saja, saya akan menemukan pekerjaan baru, dia cukup mendukung kami...
Untuk saat ini, hidup terus berjalan, seperti yang seharusnya.

Itu Oktober yang cukup hangat, tahun pada itu. Theresa harus bekerja di rumah sakit lebih awal, jadi terserah padaku untuk membantu Daniel bersiap-siap, dan mengantarnya ke sekolah. Dia menyukai sekolah, dia adalah anak yang ramah, jadi dia tampaknya berteman dengan mudah, meskipun anak-anak pada usia itu tampaknya berpikir semua orang di kelas mereka adalah teman mereka.

Kami pergi sedikit lebih awal, berjalan, mengambil daun musim gugur yang indah, untuk dibuat menjadi dekorasi Halloween awal. Kami tinggal di lingkungan pinggiran kota kecil yang aneh. Rumah-rumah saling berdekatan, dan hampir semuanya identik. Setiap rumah punya satu mobil dengan pohon di depan rumah masing-masing. Saya perhatikan salah satu tetangga menggantung jaring laba-laba yang menakutkan di pohon depan rumah mereka, dan itu membuat saya berpikir tentang apa yang mungkin saya lakukan dengan pohon kami.

Aku berjalan di samping Daniel, dan tenggelam dalam pikiran, yang mungkin mengapa aku tidak melihat apa-apa sampai dia menunjukkannya padaku.

"Ayah, lihat! Itu Lightning! "

Aku tersentak dari pikiranku, dan melihat ke tempat Daniel menunjuk. Ada coupe merah cerah di ujung jalan, dengan desain yang akrab... Desainnya sangat mirip, senyum masam Lightning McQueen tergambar disana. Kaca depan bahkan menggambarkan matanya. Kemiripannya dengan Lightning McQueen hampir sempurna!

"Saya ingin lihat!"

Daniel hampir berlari di seberang jalan untuk mendapatkan pandangan yang lebih baik, aku menghentikannya, meskipun tidak ada mobil yang datang, hanya untuk melihat-lihat sekilas dan memastikan, sebelum mengambil tangannya dan membiarkannya menyeberang jalan bersamaku.

"Aku ingin tahu siapa yang memilikinya," kataku, ketika kami sampai di mobil. Dari dekat, detailnya tidak kalah menakjubkan, dan jika saya jujur, sedikit menyeramkan. Tapi Daniel sepertinya tidak memperhatikan itu. Yang ia pedulikan hanyalah Lightning, tepat di sini di depannya!

"Ayah, bisakah aku masuk ke dalam?" Dia memohon.

"Mungkin nanti. Saya tidak berpikir kita bisa masuk sekarang” kataku. Mobil itu diparkir di samping taman bermain yang sering kami kunjungi, ditinggalkan pada waktu itu. Saya pikir salah satu rumah terdekat pasti memilikinya, tetapi saya tidak yakin siapa ...

"Aku akan memberitahumu apa, aku akan melihat apakah aku bisa tahu siapa pemiliknya, dan mungkin dia akan membiarkanmu memeriksanya!" Aku berjanji. Daniel kelihatan baik-baik saja dengan itu, dan memandang Lightning dengan pandangan terbuka sebelum dia membiarkanku membawanya pergi.

Saya menghabiskan hari itu melamar pekerjaan baru, dan melakukan satu wawancara telepon dengan seorang wanita yang saya yakin hanya berusaha untuk merendahkan saya secara manusiawi. Saya melakukan pencarian cepat di google, untuk melihat apakah ada orang di daerah yang memiliki model Lightning McQueen, saya melihat diri saya sedang melihat mobil itu secara online melalui google satelit. Ada satu hal yang membuatku janggal. Mata dan mulutnya berbeda dari Lightning biasanya. Saya membayangkan bahwa siapa pun yang membuat model itu pasti semacam penghobi, yang mendokumentasikannya di saluran youtube, atau setidaknya mencari semacam pengakuan untuk semua kerja keras mereka. Tapi saya tidak menemukan apa-apa. Ketika sore datang, aku menyiapkan camilan Daniel sepulang sekolah dan pergi untuk menjemputnya. Melewati taman bermain, saya mencari tanda-tanda mobil Lightning McQueen. Tidak beruntung, siapa pun yang memilikinya, telah memindahkannya.

Saya tidak terlalu memikirkannya, karena saya akan melihatnya lagi nanti ... Kemudian datang jauh lebih cepat dari yang saya harapkan. Saya melihat benda sialan itu diparkir tepat di luar sekolah!

Untuk sesaat, saya bertanya-tanya apakah itu milik beberapa orangtua anak-anak lain, dan dia membuat anak-anak terkesan. Lightning tentu mendapat banyak perhatian, dengan segala macam anak kecil berkerumun di sekitarnya. Daniel ada di antara mereka.

Ketika dia melihat saya datang, dia mengucapkan selamat tinggal cepat ke salah satu temannya, Toby, dan bergegas ke saya.

"Ayah, lihat! Lightning McQueen datang untuk mengunjungi! "

"Begitu" kataku, "Apakah kamu bisa masuk ke dalam?"

"Tidak." Dia terdengar agak kecewa. "Dia berada di sana sepanjang hari."

Sekarang itu menurut saya agak aneh. Saya akan berpikir siapa pun yang membuat mobil, akan keluar dan mengklaim beberapa penghargaan untuk pekerjaan mereka.

"Benarkah?" Tanyaku, sedikit khawatir sekarang. "Kamu tidak melihat pemiliknya?"

"Tidak. Saya tidak berpikir ada orang di dalam sekarang, ”kata Daniel, meskipun saya tidak tahu bagaimana dia bisa yakin. Saya tidak bisa melihat melalui jendela, sebenarnya, saya tidak sepenuhnya yakin bagaimana seorang pengemudi akan melihat keluar dari jendela itu, kalau dipikir-pikir.

"Mungkin dia masih akan ada besok!" Kata Daniel.

"Ya ... Mungkin," jawab saya, mengambil tangannya, untuk membawanya pulang.

Malam itu, Theresa dan saya dibangunkan oleh tabrakan keras dari luar. Aku tersentak bangun dan bingung, tidak yakin apakah aku sedang bermimpi atau tidak. Di luar, aku mendengar decitan ban, dan bergegas ke jendela kamarku untuk melihat ke halaman depan. Aku tidak bisa melihat apa pun dalam kegelapan, selain dari jalan kosong di depan. Untuk beberapa saat, saya mendengarkan semi-diamnya malam di pinggiran kota. Tidak ada suara mobil yang melaju kencang, atau ada tanda-tanda apa pun.

"Paul, ada apa?" Tanya Theresa, berdiri di samping tempat tidur dan menunggu putusanku.

"Aku tidak tahu ... aku tidak melihat kerusakan, tapi ..."

"Haruskah kita keluar dan melihat?"

Sebagian dari diriku tidak benar-benar ingin, tetapi aku tidak yakin berapa banyak tidur yang akan kudapat kecuali aku memastikan bahwa mereka tidak menabrak mobilnya di jalan masuk. Aku mengenakan sepasang sandal, dan menuju ke bawah, lalu keluar dari pintu depan untuk menilai kerusakan, dan bersumpah ketika melihat apa yang terjadi.

Pohon kecil kami patah menjadi dua dan hampir tumbang. Sesuatu telah menabraknya dengan kekuatan besar. Naluri pertamaku adalah seorang pengemudi mabuk, dan aku mencari-cari tanda-tanda mereka, tetapi tidak melihat apa pun di jalan kosongku.

Saya bergegas kembali ke dalam untuk membagikan temuan saya dengan Theresa, dan kami memanggil polisi. Polisi tidak bisa berbuat banyak selain mengambil pernyataan dan melihat-lihat sedikit. Pohon kami tidak bisa diselamatkan, jadi saya harus membuang sisa-sisa dari pohon itu. Mereka juga tidak dapat menemukan pecahan mobil.

Theresa dan aku tidak bisa tidur nyenyak malam itu, dan setelah menidurkan Daniel akibat keributan itu, aku terjaga melihat-lihat papan pekerjaan, kemudian melalui video youtube.

Pada saat aku harus membawa Daniel ke sekolah, aku sudah sangat lelah. Lightning McQueen tidak bergerak dari tempatnya sejak kemarin, dan tetap parkir di depan sekolah. Daniel menatap dan tersenyum, tapi tampaknya ia tidak tertarik pada Lightning hari ini. Tak satu pun dari kami yang menyebutkannya. Aku mencium pipinya, dan kembali ke rumah, hanya memandang sekilas pada mobil itu sebelum pergi.

Segera setelah saya tiba di rumah, saya mencari perusahaan lansekap yang murah dan menelepon mereka untuk memindahkan pohon itu.

"Aku mungkin bisa memesankannya besok," pria di telepon itu berjanji padaku. "Kami sedikit sibuk. Aneh ... Kami mendapat banyak panggilan seperti ini, hari ini. "

"Untuk pohon yang patah?" Tanyaku.

"Ya, ada banyak di seluruh lingkungan. Saya pikir sekelompok anak menarik semacam aksi tadi malam. "

Saya tidak dapat membayangkan sekelompok remaja dengan sengaja menabrakkan mobil mereka ke pohon untuk bersenang-senang, walaupun itu hanya pohon kecil. Tapi ... yah, anak-anak akhir-akhir ini jauh berbeda dari dulu ketika aku masih di sekolah menengah.

Saya mengambil slot untuk besok, dan menyalakan TV, dan melihat berita. Benar saja, ada laporan tentang semua vandalisme dari malam sebelumnya. Kucing kami, Urkel menggosok-gosokkan kakiku ketika aku memperhatikan, dan tanpa sadar aku mengelusnya, sebelum membiarkannya keluar untuk berkeliaran.

Setelah itu aku tidur siang di sofa, terbakar karena semua kegembiraan tadi malam.

Ketika alarm ponsel saya mati, saya perlahan-lahan terbangun untuk mengerjakan camilan sepulang sekolah Daniel, dan memeriksa pintu belakang untuk melihat apakah Urkel kembali. Tidak ada tanda-tanda Urkel, tetapi saya tidak terlalu khawatir tentang itu. Dia sepertinya lebih suka berada di luar, dan aku tahu dia akan kembali ketika dia lelah. Saya lalu pergi untuk menjemput Daniel.

Lightning McQueen hilang ketika saya sampai di sekolah, dan saya melihat sebuah mobil polisi diparkir di Kiss and Ride, yang membuat saya merasa tidak enak.

"Kuharap semuanya baik-baik saja," kataku pada Daniel yang ikut memandangi mobil polisi itu. Daniel menatapnya seolah dia terkejut akan sesuatu.

"Apakah sesuatu terjadi hari ini?" Tanyaku pada Daniel.

Saya tidak tahu” katanya, dan seperti memikirkan sesuatu sebentar. "Rick mengunakan kata 'D', jadi mungkin itu sebabnya?"

Saya sangat ragu polisi akan muncul hanya karena beberapa anak mengucapkan kata makian. Aku memandangi mobil itu, lalu ke ruang kosong tempat Lightning McQueen sehari sebelumnya.

"Tidak ada Lightning hari ini?" Tanyaku.

"Dia pergi," kata Daniel. "Tapi dia mengajak Toby naik mobil!"

Jantungku berdegup kencang di dadaku.

"Lightning mengambil Toby?" Tanyaku.

"Ya, Toby sedang menatapnya selama jam istirahat, dan pintunya terbuka, jadi dia masuk dan mereka pergi!"

Saya menatap mobil polisi itu, merasa sakit secara fisik ketika saya menyadari mengapa mereka ada di sana. Saya tahu orang tua Toby. Mereka adalah orang-orang baik, dan saya tidak bisa membayangkan apa yang mereka alami pada saat itu. Aku memegang tangan Daniel dan menariknya ke rumah, berusaha tetap tenang saat aku pergi.

Ketika saya sampai di sana, saya membiarkan Daniel makan makanan kecilnya dan menonton TV, sementara saya menelepon Theresa dan mengatakan kepadanya apa yang telah terjadi. Saya kemudian memanggil orang tua Toby, untuk memeriksa mereka.

Seperti yang saya takutkan. Toby hilang, dan tersangka mengendarai mobil yang tampak seperti Lightning McQueen.

Polisi datang sebentar untuk menanyakan beberapa pertanyaan kepada Daniel. Para petugas itu lembut, meskipun saya tidak berpikir Daniel bisa memberi mereka sesuatu yang bernilai. Dia terlalu muda untuk memahami bahaya. Saya pernah mendengar Peringatan Amber dikeluarkan, tetapi saya memiliki rasa takut yang tenggelam di perut saya bahwa semua sudah terlambat.

Saya mempertimbangkan untuk membuat Daniel pulang dari sekolah pada hari berikutnya. Aku tidak mendengar apa pun tentang Toby yang ditemukan, dan perasaan sakit di perutku belum berlalu. Namun akhirnya, saya menyerah. Sekolah itu masih buka dan diawasi oleh polisi. Mungkin lebih aman membiarkannya pergi hari ini. Dengan enggan, aku menjalani rutinitas pagi kami, dan mengantarnya ke sekolah, matanya dikupas untuk mobil Lightning McQueen sialan itu.

Orang tua lain yang mengantar anak-anak mereka tampak muram dan gelisah. Sikapnya lebih dijaga dan gelisah. Beberapa orang tua yang biasanya mengobrol dengan saya tiba-tiba mengabaikan saya, demi memastikan anak-anak mereka sendiri aman. Saya tidak menganggapnya masalah pribadi. Banyak yang memilih untuk tinggal di rumah. Saya tidak menyalahkan mereka untuk itu.

Aku memperhatikan Daniel sampai dia aman di dalam sekolah, dan berjalan pulang perlahan, kakiku hampir menyeret di trotoar.

Tidak sampai saya tiba di rumah, saya teringat sesuatu yang benar-benar saya lupakan dalam tekanan tadi malam. Urkel.

Ketika saya semakin dekat ke rumah, saya melihatnya di jalan. Dia sudah mati, dalam kondisi yang mengerikan.

Mata hijaunya menatap kosong ke atas, dan mulutnya terbuka, dengan lalat yang sudah mulai memeriksanya. Urkel belum lama mati. Ini baru saja terjadi.

Saya tidak sanggup melihat percikan darah di trotoar. Saya merasa sakit dan ingin menangis. Seolah minggu ini tidak mungkin menjadi lebih buruk.

Aku membereskan kekacauan itu, memberi Urkel yang malang sebuah kafan di kantong sampah tempat aku menyekopnya, dan menguburnya kembali. Aku baru saja selesai menguburnya ketika para penata taman tiba untuk mengambil tunggul pohon itu.

Ketika mereka bekerja, saya duduk di ruang tamu saya, masih mencoba untuk memproses semua yang telah terjadi selama beberapa hari terakhir. Di permukaan, saya mencoba mengatakan pada diri sendiri bahwa ini semua adalah serangkaian peristiwa acak ... Tidak terhubung, dan disayangkan, tetapi rasanya lebih dari itu. Tiga insiden kendaraan nyata, dalam waktu kurang dari tiga hari? Semua bertepatan dengan kedatangan model Lightning McQueen sialan itu.

Tampaknya terlalu gila untuk menjadi kenyataan.

Saya mencoba untuk tidak memikirkannya, dan menyalakan TV, menonton berita untuk mencoba dan mengalihkan pikiran saya dari ini ... Tapi tidak berhasil juga ...

Terjadi pembunuhan. Bukan hanya tabrak lari, oh tidak ... Lebih buruk dari itu. Sebuah mobil telah keluar dari jalan, dan langsung ke ruang tamu sebuah rumah, tidak jauh dari tempat saya tinggal! Mereka semua terbunuh dalam kecelakaan itu ... yah, hampir semuanya. Tidak ada tanda-tanda pengemudi atau mobil.

Dan kemudian mereka mengungkapkan nama almarhum. Nama yang saya kenal. Mereka bukan teman, tidak. Kurasa aku bahkan tidak tahu di mana mereka tinggal sampai saat itu, tetapi aku bertemu mereka di depan sekolah Daniel. Dan ketika mereka menunjukkan gambar rumah itu, sebuah rumah yang hampir identik dengan milikku, aku tidak bisa tidak memperhatikan bahwa tidak ada pohon di depan rumah itu. Tapi ada gundukan tanah baru, di mana pohon itu dulu ... Gundukan tanah yang sangat mirip dengan yang akan berada di luar rumah saya segera.

Aku merasa diriku mulai bergetar. Tidak ada yang menyangkal ini, atau jika ada, saya hanya tidak ingin menyangkalnya! Ada yang salah, dan saya bahkan tidak tahu bagaimana harus mulai menjelaskannya. Beberapa orang gila dalam mobil Lightning McQueen mengemudi di sekitar menculik anak-anak, dan menabrak sesuatu? Terpikir olehku, bahwa jika dia berada di balik semua kerusakan itu, maka mungkin mobilnya akan menunjukkan tanda-tanda aus. Tidak ada hal seperti itu ketika saya terakhir melihatnya, tetapi itu tidak terlalu menyenangkan, bukan?

Saya menyaksikan laporan itu di berita, tidak dapat memahami mengapa di balik semua ini, sampai akhirnya saya memutuskan bahwa saya tidak peduli. Tidak masalah. Polisi bisa mengatasinya. Yang saya butuhkan, adalah merawat keluarga saya!

Saya memesan hotel saat itu juga. Lantai tiga, tempat tidak ada mobil yang bisa mencapai kami, dan aku segera mengepak barang-barang kami.

Ketika tiba saatnya untuk menjemput Daniel, aku tidak repot-repot membuatkannya camilan. Saya menelepon Theresa dan menyuruhnya pulang. Saya mengatakan kepadanya bahwa itu mendesak, dan kemudian pergi untuk menjemput Daniel. Saya pikir saya bisa bertemu dengannya di rumah, dan kami bisa segera pergi.

Daniel tampak lebih tenang ketika aku mengangkatnya, dan aku berjalan cepat di jalan pulang, memegang tangan kecilnya dengan erat.

"Apakah Toby akan kembali?" Dia bertanya padaku, saat kami berjalan.

"Ayah tidak tahu," jawabku. "Ayah harap begitu. Ayah harap Polisi membawanya kembali dengan selamat"

"Aku juga" kata Daniel pelan, melirik dari bahunya.

Sepertinya percakapan kecil kami seperti itu. Hal yang bahkan tidak akan saya ingat kemudian, tapi saya ingat sekarang. Saya ingat terakhir kali saya berbicara dengan putra saya.

Ketika kami sampai di rumah, Theresa sudah ada di sana ... dan dia hampir berlari ke arahku. Pada saat saya cukup dekat untuk melihat alasannya, saya hampir tidak memperhatikannya sama sekali.

Di mana pintu depan saya dulu, sekarang ada lubang menganga dari kayu dan drywall, kira-kira seukuran mobil. Itu tampak memuakkan mirip dengan rumah yang saya lihat di berita sebelumnya. Jejak ban di halaman saya melewati tempat pohon saya dulu berada, dan saya merasakan sakit yang menggerogoti perut saya kembali ketika saya menyadari bahwa saya bisa dengan mudah berada di dalam rumah ketika mobil datang,

"Paul, apa yang terjadi?" Theresa menangis, dan di benakku, aku hampir bersyukur atas kerusakannya, karena setidaknya kekhawatiranku telah terbukti benar.

“Aku akan jelaskan nanti. Kita harus pergi, sekarang. Masuk ke dalam mobil. Saya akan mengambil kopernya. Saya sudah memesan hotel, ”kataku, dan menyerahkan Daniel padanya. Saya menuju ke tempat pintu depan saya dulu, dan bergegas melalui reruntuhan rumah saya, di lantai atas, untuk mengambil barang-barang kami.

Ketika saya mengambil koper dari kamar saya dan Theresa, saya melihatnya melalui jendela. Lightning McQueen, yang diparkir dengan sabar di seberang jalan. Mata saya membelalak ngeri. Model itu mengalami kerusakan. Catnya tergores. Dan salah satu kaca sudah rusak.

Aku mengira siapa pun yang berada di belakang kemudi benda sialan itu sudah lama hilang, tapi tidak, mereka hanya menunggu kesempatan lain. Saya tidak membuang waktu saya dengan koper. Aku berlari menuruni tangga ketika aku mendengar putaran mesin.

Aku bahkan tidak di pintu ketika aku mendengar deru logam yang memuakkan di atas logam, dan jeritan kesakitan Theresa. Ketika saya keluar dari pintu, saya melihat apa yang terjadi padanya. Dia terjepit di antara sisi van dan Lightning McQueen. Mobil itu telah mengenai kepalanya, lalu ia mundur, membiarkan Theresa untuk jatuh tak berguna ke tanah. Melalui jendela van, aku bisa melihat Daniel, jelas-jelas ketakutan. Petir menabrak van lagi, membuat Theresa berguling dan van bergoyang. Saya menjerit, tetapi tubuh saya menjadi beku dan tak berdaya.

Daniel berusaha keras untuk melarikan diri. Dia membuka pintu van itu, ketika Lightning bangkit untuk menabraknya lagi, Daniel menatapku, sebelum berlari ke arahku.

Saya mungkin telah menjerit. Saya tidak begitu ingat.

Lightning membelok menjauh dari van, mengitari, dan menabrak dengan penuh kecepatan. Daniel membeku di jalurnya, memandang ke lampu mobil yang melaju ke arahnya, dan dalam sekejap mata, menyusulnya. Mulut yang menggeram itu menghantam Daniel dan membantingnya ke batu bata rumahku. Hanya satu gerakan cepat sebelum mobil bergeser ke belakang.

Saya kehilangan kendali atas diri saya sendiri. Aku berlari ke arah Daniel, tetapi aku bisa tahu bahwa tidak ada yang menyelamatkannya ... Aku hanya bisa berharap dia mati karena benturan.

Lampu mobil terpaku pada saya, dan dengan air mata berlinang, saya melihat ke arah mereka, menunggu mereka menindih saya ... Tetapi ternyata tidak. Lightning McQueen menganggur, jika ada sopir, menatapku dari balik kaca depan. Kemudian, akhirnya, mobil itu mundur.

Aku mendengar sirene di kejauhan, dan hanya bisa menyaksikan tanpa daya ketika Petir McQueen melesat ke kejauhan, darah istri dan anak lelaki saya di grille-nya.

Saya diberitahu polisi menemukan potongan-potongan mobil, ditinggalkan di tempat sampah beberapa kilometer jauhnya. Siapa pun yang membuat benda itu, baru saja menukar apa yang tidak bisa mereka perbaiki, agar kendaraan itu tampak agak asli.

Tentu saja, mereka tidak pernah tahu siapa itu, atau bahkan mengapa mereka melakukannya.

Mereka merawat Theresa dari tunjangan bantuan hidup minggu lalu, setelah Dokter menyatakan kematian otak sepenuhnya. Kehilangannya adalah pukulan menyakitkan lainnya. Saya tidak bisa mengatakan berapa banyak yang saya habiskan untuk mencoba menyelamatkannya. Lebih dari yang saya miliki, saya yakin. Saya diberitahu bahwa organnya mungkin membantu menyelamatkan beberapa nyawa, tetapi itu tidak banyak menghibur. Saya telah menguburkannya di samping Daniel. Dia mencintainya sama seperti aku, dan jika itu aku. Itu yang saya inginkan.

Saya melihat di berita bahwa model Lightning McQueen merobek taman bermain bulan lalu, menewaskan enam orang. Empat dari mereka adalah anak-anak. Saya pernah mendengarnya disebutkan telah terlihat dalam beberapa kasus penculikan anak juga. Saya masih tidak tahu mengapa. Mungkin beberapa bajingan sakit di luar sana hanya suka membunuh anak-anak, dan membuat mobilnya terlihat seperti Lightning McQueen adalah cara terbaik untuk membuat mereka mendekat. Saya tidak tahu Saya pikir saya tidak akan pernah mendapat jawaban. Yang saya tahu pasti adalah bahwa saya tidak memiliki apa pun yang tersisa di dunia ini. Daniel sudah pergi, begitu pula Theresa. Ketika saya menulis ini, saya duduk di kamar motel, yang saya tahu saya tidak mampu. Saya kira itu tidak penting. Jika pil tidur tidak berfungsi, saya akan coba yang lain nanti.

Yang bisa saya katakan adalah ini. Jika Anda pernah melihat model Lightning McQueen di jalan Anda, keluarlah dari kota.

Selasa, 16 Maret 2021

Creepypasta Story : Rules For Using The Ghost Face

Rules For Using The Ghost Face
Penulis: RiNacht
  
  
  
Selamat datang di Ghost Face! Ghost Face adalah aplikasi kamera terbaik yang akan mengedit foto selfie kalian hingga terlihat seperti wajah hantu.

Ada peraturan dan tata cara dalam menggunakan Ghost Face. Jika puas dengan layanan kami, silahkan berlangganan versi premium untuk kualitas yang lebih baik.

1. Ghost Face hanya diprogram untuk mengedit wajah saja, kami tidak memprogram aplikasi ini untuk menampilkan bayangan hantu di spot yang kosong. Jika pada hasil selfie kalian terdapat wajah hantu lain di daerah yang kosong, itu bukan kesalahan aplikasi dan silahkan pergi dari tempat itu sekarang juga.

2. Jangan gunakan aplikasi ini di kolam renang! Ada beberapa laporan dari pengguna kalau mereka melihat banyak sekali wajah mengerikan dari dasar kolam.

3. Jika tempat terlalu gelap, kami memiliki fitur Lightning untuk menambah kecerahan secara natural. Kalian juga bisa mencampur berbagai macam fitur untuk menghasilkan foto selfie hantu yang berkualitas. Tapi jangan gunakan fitur Lightning bersamaan dengan fitur Infrared. Ada beberapa hal dalam kegelapan yang lebih baik tidak kalian lihat.

4. Beberapa bulan lalu kami mengupdate aplikasi ini agar bisa mengambil video. Jika kalian mendengar suara aneh di dalam hasil rekaman kalian, silahkan hubungi kami untuk melaporkan masalah bug. Namun apabila kalian mendengar suara yang sama di malam harinya, segera hubungi kami dan tinggalkan ponsel terkutuk itu beserta rumah anda SAAT ITU JUGA! Kami akan mengurus semua itu dan memberi anda tempat tinggal baru serta ponsel yang baru.

5. Aplikasi ini sangat dilarang untuk ibu hamil. Jika kalian melihat seorang ibu hamil sedang menggunakan aplikasi ini, segera hubungi kami karena bayi yang dikandungnya sudah bukan bayi manusia lagi. Jika tidak dimusnahkan, bayi iblis itu akan membawa kehancuran pada dunia.

6. Foto hantu akan mengikuti raut wajah kalian. Jika foto selfie yang kalian dapat berbeda dengan raut wajah kalian saat sedang berselfie, kalian tidak perlu cemas, itu normal. Yang perlu kalian lakukan hanyalah berbisik ke ponsel kalian, "Jika kau tidak menurutiku, aku akan melaporkanmu ke pihak developer agar mereka merantai dan membakar wajahmu sehingga kau akan terjebak di sini selamanya"

7. Kami sudah lama menghapus fitur Pelacak Hantu. Jika kalian kembali menemukan fitur itu di aplikasi Ghost Face, jangan pernah tergoda untuk menggunakannya. Kau tidak akan suka dengan apa yang akan kau lihat.

8. Berlangganan versi premium akan memberi kalian keamanan jika kalian tidak sengaja membebaskan monster mengerikan saat mencoba mengutak atik aplikasi atau sekadar menyadap aktivitas yang kami lakukan.

Senin, 15 Maret 2021

Creepypasta Story : The Lighthouse Project

The Lighthouse Project

Sc: Creepypasta

https://www.creepypasta.com/the-lighthouse-project/


Pada awal April 2016, sebuah penelitian dilakukan tentang efek psikologis kurungan isolasi di bawah pengaruh lampu.

Itu terjadi pada Minggu pagi ketika tragedi terjadi pada Guy XXXXX *.
*Atas permintaan mereka, kami telah menghilangkan nama-nama mereka yang terlibat yang tidak ingin mereka dimasukkan.*

Dia baru saja duduk dengan cangkir minuman berbusa putih ketika nomor tak dikenal menghubungi teleponnya. Panggilan itu berasal dari Lembaga Pemasyarakatan Negara Bagian New York. Penelpon merupakan seorang pendeta penjara, yang membuka percakapan dengan, "Selamat malam, Tuan XXXXX." Kemudian, dengan tidak hati-hati, pendeta itu tidak ragu-ragu menambahkan, “Saya menyesal memberi tahu Anda tentang hal ini. . . ”

Suara itu, seperti yang dijelaskan Guy, terasa hampa dan kosong, tetapi berusaha sebaik mungkin untuk terdengar penuh kasih, seperti mesin apatis yang disambungkan untuk membaca naskah empati.

Pendeta melanjutkan, “Ini menyangkut saudara Anda. Tadi malam dia tiba-tiba meninggal dalam tahanan kami. Jenazahnya telah diserahkan ke kamar mayat dan harus diklaim dalam waktu empat puluh delapan jam atau disposisi harus dibuat, sebagaimana ditentukan oleh hukum" Panggilan itu kemudian diakhiri dengan penuh kasih, "Kami turut bersimpati atas keberdukaan Anda." Sehari setelah itu, surat belasungkawa dikirimkan.

Pada pukul 3:15 pagi, 13 Maret, saudara kembar Guy gantung diri di selnya, mengakhiri tujuh puluh harinya di sel isolasi. Seorang petugas telah menemukan tubuhnya yang agak tinggi tidak bergerak dan tidak responsif. Dia mengunakan sprei, yang diikat ke perlengkapan pipa. Kematian karena pencekikan lambat; sangat sedikit tanda guratan ikat yang terlihat di leher; banyak muntahan yang keluar dari hidung dan mulutnya (seperti dirangkum dalam laporan investigasi).

Itu adalah tahun keempat saudaranya dari hukuman dua puluh lima tahun penjara karena pembunuhan tingkat dua. Dia mdihukum karena membunuh seorang wanita yang dia coba untuk membajak mobilnya.

“Saudara laki-laki saya punya masalah. Saya selalu tahu itu." Guy menahan nada gemetar dalam pidatonya dan berhenti untuk menyeka air matanya. “Kami baru saja lulus SMA ketika orang tua kami meninggal karena kecelakaan mobil. Mereka berdua tewas seketika. Kami tidak memiliki bibi atau paman, tidak ada kerabat yang dapat dipercaya. Kami hanya memiliki satu sama lain. Sayangnya dia bergaul dengan orang jahat. Mereka mendoktrin isi kepalanya dan membawanya ke jalan yang buruk dan sangat salah. Saya coba memberinya semua bantuan yang dia butuhkan. Tapi itu tidak cukup untuk mengarahkannya keluar dari jalan buruk itu, Namun saya tidak pernah menyerah padanya. Setelah setiap panggilan telepon, setiap kunjungan yang dipantau, saya mengatakan kepadanya bahwa saya akan selalu di sini, menunggu hukumannya selesai."

Guy juga menambahkan ini: “Saya tahu bahwa saya tidak sendirian dalam keyakinan saya bahwa kurungan isolasi adalah hukuman yang mengerikan bagi narapidana. Saudara saya memiliki riwayat masalah mental; dia seharusnya berada di rumah sakit, bukan penjara — apalagi penjara yang terisolasi. Saya yakin kita sudah lupa apa artinya mengoreksi perilaku buruk. Penyiksaan tidak bisa memaksa pikiran yang salah untuk memperbaiki dirinya sendiri; itu hanya memaksa pikiran untuk berperilaku. Itu bukanlah solusi atau koreksi; itu kekejaman."

Petugas dari lembaga pemasyarakatan menyatakan bahwa ada "sedikit-tidak-perlu" kerkhawatiran bahwa narapidana itu berencana untuk bunuh diri. Jika itu masalahnya, dia akan segera dipindahkan ke unit kesehatan mental.

Dihadapkan pada agen pemisah yang kejam dari kesedihan, Guy beralih ke penelitiannya untuk mencari kenyamanan. Dia tahu bahwa menghapus sanksi kurungan isolasi itu tidak mungkin, mengingat praktiknya ada di seluruh dunia, jadi dia fokus pada pendekatan alternatif. Usulannya: untuk memanfaatkan manfaat yang diberikan pengasingan bagi narapidana, sementara juga menerapkan metode yang lebih kemanusiaan untuk perbaikan mereka.

Karyanya membawa dirinya pergi ke ruang isolasi, yang dibangun di dalam bekas bunker nuklir di suatu tempat di pinggiran Hempstead, New York — salah satu dari kenangan Perang Dingin.

Setelah berminggu-minggu dihadapkan pada pertemuan yang panjang, email yang tak terhitung jumlahnya, dan panggilan telepon yang membuat frustrasi, persiapan Guy selesai.

Selama dua minggu berikutnya, dia akan mengunci dirinya di dalam ruang berukuran enam kali delapan kaki, terjebak di antara dinding semen dan kegelapan yang meliputi segalanya.

"Saya membutuhkan lingkungan seotentik mungkin," Guy menjelaskan di awal. “Saya menemukan diri saya menarik banyak inspirasi dari 'lubang' di Pulau Alcatraz — ruang sempit yang gelap gulita tanpa kontak manusia. Memang, tidak semua sel isolasi memiliki kondisi parah ini. Tetapi, jika kita masih dapat mendapatkan hasil yang positif dari perlakuan yang paling buruk, bayangkan keberhasilan seperti apa yang kita dapat dari kondisi yang tidak terlalu keras? Mulailah dari bawah, teruskan ke atas.”

Kamar dilengkapi dengan toilet yang telah diperbaharui, ventilasi terkini, rangka tempat tidur dari logam, dan meja kecil. Di atas meja dipasang lentera yang dilengkapi dengan bohlam yang dapat diubah ke berbagai warna melalui remote control.

“Saya memiliki pemikiran yang sangat keras, dan pikiran itu selalu berusaha untuk keluar, jadi tidak ada keraguan bahwa kekurangan indra akan sangat merugikan saya. Di situlah cahaya akan berperan. Saat berubah warna, reaksi saya terhadap warna-warna berbeda itu akan dicatat. Warna merangsang otak; ada psikologi nyata di sana. Saya berharap bahwa perubahan warna akan bertindak sebagai penambat yang akan memungkinkan indera saya untuk melekat pada sesuatu dan mungkin akan membantu saya mengatur dan menahan waktu saya di sana dengan efek negatif yang minimal.”

Karena itu, Guy menamai eksperimen ini: Proyek Mercusuar (The Lighthouse Project).

Orang-orang yang mengawasi eksperimen, dipilih sendiri oleh Guy, adalah Ronald Westbrook*, pensiunan psikolog klinis dan forensik, Victoria Wick*, seorang terapis yang mengkhususkan diri pada pasien PTSD, dan Brian Rexford*, seorang psikolog radio independen.
*Untuk melindungi privasi individu tertentu, nama dan detail identitas mereka telah diubah.*

Meskipun masing-masing berasal dari latar belakang yang berbeda, mereka semua sama-sama didorong oleh penemuan dan tekad Guy yang memikat. Bersama-sama, mereka menyetujui jadwal bersama dan shift malam yang berbeda-beda untuk mengamati perilaku dan keamanan Guy selama ujian. Mereka akan ditempatkan di ruangan terpisah yang dilengkapi dengan layar berbeda dan dihubungkan ke kamera penglihatan malam di dalam ruangan. Audio internal juga akan diberikan kepada mereka oleh perekam yang dimiliki Guy sepanjang waktu.

Selain mendokumentasikan dan mengawasi percobaan, mereka juga harus mengikuti instruksi penting lainnya: Jangan menghentikan pengujian dalam keadaan apa pun. Tidak peduli apa yang diucapkan, diteriakkan, atau dimohon, pintu akan tetap terkunci sampai percobaan selesai. Satu-satunya pengecualian adalah jika rumah sakit dibutuhkan.

Sebelum dibawa ke selnya, Guy mengikuti beberapa tes psikologi dan wawancara untuk menguji kemampuan mentalnya dalam mengambil bagian dalam proyek tersebut.

Dia akan membawa paket makanan militer, air minum, kertas toilet, dan baterai untuk perekamnya selama sebulan. Ketika ditanya apakah dia lebih suka satu set seprai yang berbeda, Guy menolak.

Dengan segala sesuatu yang sekarang sedang bergerak, pintu dikunci, lampu dimatikan, dan kamera diaktifkan.

***

Hari 1

-Penahanan-

Guy menghabiskan sepuluh menit pertamanya dalam kegelapan total dengan berbaring di tempat tidurnya. Sesekali dia mengeluarkan suara letupan dari mulutnya. Menit demi menit, letupan menjadi senandung dan kemudian menjadi peluit, saat Guy menepuk-nepuk kakinya dengan tidak sabar.

Setelah tanda tiga puluh menit, dia mencatat log pertamanya.

Hari 1

—04-01-16 Audio Log dalam 30 menit—

“Sungguh perasaan yang aneh,” [Terkekeh] “Tanganku berada satu inci dari wajahku, dan aku tidak bisa melihatnya sama sekali. Hitam pekat dan sangat sunyi di sini. Saya bahkan tidak yakin harus berkata apa saat ini. Aku ingin mendengar sesuatu selain napasku yang memantul dari dinding. "

Empat jam berlalu. Guy mengambil untuk berkeliaran di sekitar ruangan, muncul menghitung jumlah langkah yang diperlukan untuk mencapai setiap dinding. Hasilnya: tidak terlalu banyak.

Hari 1

—04-01-16 Log Audio dalam 4 jam—

“Menjadi dingin di sini,” [saling menggesekan tangan] “Seharusnya aku membawa pemanas atau sesuatu. Aku sudah lupa sudah berapa lama aku di sini. Mungkin itu hal yang bagus. Saya harus berkata; ini adalah hotel terburuk yang pernah saya lihat. Pelayanan kamar ini sangat buruk. Room service, anyone?

Guy, untuk penutupnya, memaksakan senyum ke kamera dan menutupi kecemasan yang terus tumbuh dengan melontarkan humor.

Tapi seiring waktu yang berlalu tanpa cahaya menumpuk, ketidaknyamanan ringannya mulai berubah menjadi paranoia.

Hari 1

—04-01-16 Log Audio dalam 7 jam—

[Penyadapan yang berlebihan pada mikrofon] “Ada apa dengan suara berderak pada benda ini? Apa ini berfungsi? Aku sudah bilang aku kedinginan tiga ratus kali sekarang dan itu tidak berubah satu derajat pun. [Jeda untuk minum air] Selimut tidak banyak membantu. Setidaknya beri saya tanda bahwa sampah ini berfungsi, oke? Ketukan, ketukan, apa saja. Lemparkan aku tulang ke sini."

Dia duduk dengan kaki terlipat di tempat tidur dan air mata mengalir, lalu membuka paket makanan pertama. Dia memakannya perlahan, seolah menikmati rasa dan sensasi baru yang dibawanya. Mungkin dia menunggu tujuh jam untuk mengalami sesuatu yang baru di ruangan dengan nada yang tidak berubah sebelum menjadi berulang.

Tidak lama lagi Guy harus mondar-mandir di kamar ke masing-masing dinding. Audio tersebut menangkap kemungkinan percakapan lama yang dia ceritakan dengan seseorang yang terengah-engah, yang mungkin adalah saudaranya.

“Ini tidak biasa,” Rexford menjelaskan. “Hewan melakukan hal yang sama saat Anda menempatkan mereka di ruang tertutup. Dia cemas, terjebak, dan bosan. Kecepatan memberikan masukan dalam hidupnya, membangun mekanisme untuk mengatasinya.”

Akhirnya, Guy merangkak ke tempat tidur dan mencoba beristirahat. Dia berhasil tertidur selama sepuluh jam berturut-turut, membolak-balikkan seprai dengan gelisah. Ketika dia bangun, dia akan berdiam diri beberapa saat. Dia mencoba menggosok matanya, untuk mendapatkan penglihatannya kembali. Namun itu semua sia-sia. Dia menjatuhkan kembali kepalanya ke bantal, dan mendesah dengan keras. "Ya. Benar sekali. Sial." tangkap audio.

Saat satu hari berlalu di dalam ruangan, efek buruk dari kekurangan inderanya mulai meningkat dan menjadi lebih jelas dalam catatan kedelapannya.

Hari ke-2

—04-02-16 Audio Log dalam 30 jam—

“Mereka ada dimana-mana, bukan? Di seluruh kegelapan yang berbintik-bintik, begitu banyak dari mereka. Bentuk kurus mengambang di sekitarku. Saya berhalusinasi. " [Pernapasan menjadi cepat dan dangkal] “Melayang tanpa tujuan, memantul dari apa pun. Tanpa tujuan. Saya pikir mereka senyawa organik. Spora, kawanannya, di mana-mana. Hari apa ini? Adakah yang bisa mendengarku di atas sana? ” [Mengetuk pintu] "Aku bilang: Aku berhalusinasi."

Mengingat hal ini, dia melambaikan kedua tangannya, menyaring jari-jarinya melalui objek tak terlihat yang sedang diwujudkan pikirannya.

Tak lama kemudian, dia mengaku mulai mendengar musik di sudut, bahkan menjentikkan jari ke irama yang tidak ada.

Untuk sisa hari kedua, para peneliti mencatat setiap pengalaman halusinasi Guy:

Visual– Layang-layang di dinding, ubur-ubur mekar, spora, kucing abu-abu.

Auditory- Statis dari radio, G-mayor piano, bisikan yang tidak koheren.

Pada dini hari di hari ketiganya, tenggelam dalam kegelapan, Guy mencapai ambang kewarasannya.

Pada 6:53 pagi, dia duduk di dinding, wajahnya terkubur di celah di antara lututnya. Tiba-tiba, tanpa tanda peringatan sedikit pun, dia tersedak dan mati-matian melemparkan dirinya ke toilet. Dia menjejalkan dua jari ke dalam mulutnya, dengan putus asa mendorong tenggorokannya saat dia muntah ke dalam mangkuk.

Hari ke-3

—04-03-16 Audio Log dalam 72 jam—

“—ahaya tidak ada, oh tidak, oh Tuhan.” [Suara parau yang dalam] “Sesuatu yang beracun ada di dalam diriku. Masuk ke tenggorokanku. Apakah saya akan mati? Apakah saya akan kenyang karena jamur? Tidak tidak Tidak." [Suara muntah yang diinduksi] "Saya tidak ingin melakukan ini," [terengah-engah kejang] "Saya ingin keluar. Matikan semuanya, oke? Saya tidak ingin berada di sini lagi. "

Dilihat dari ucapan paniknya, dia sepertinya percaya dia telah menelan salah satu spora.

Lapisan perak di balik episode parah Guy adalah bahwa itu bertindak sebagai ukuran yang sempurna untuk langkah percobaan berikutnya.

Sekarang setelah perampasan dan kegelapan yang dikarantina telah berhasil menghilangkan ketahanannya, sekarang saatnya untuk memberikan pengobatan.

Detik berikutnya, lampu yang dibaut ke atas mejanya menyala. Karena mata Guy kemungkinan besar sedang melemah sejak berada di kandang suram itu, cahaya putih hanya bersinar sebagai rona pucat yang redup di bagian belakang ruangan.

Pada awalnya, dia mundur dari itu, ekspresinya terperangkap di balik keterkejutan murni. Sepertinya dia benar-benar lupa akan keberadaan lampu itu sampai sekarang. Kilatan kegembiraan bersinar di wajahnya. Perlahan, dia mendekati meja dan dengan lembut menyandarkan kepalanya di atasnya. Tidak ada kata yang diucapkan olehnya, tetapi tangisan teredam dapat terdengar.

Untuk sisa durasi pengujian, bola lampu akan mengubah kilauan lembutnya menjadi warna berbeda setiap delapan jam atau lebih.

Dengan memperkenalkan kembali Guy terhadap rona terang, para pengawas berharap untuk meniadakan hari-harinya yang panjang tanpa rangsangan, dan dalam arti, membimbing kembali pada rasionalitasnya.

Untuk menyesuaikan jadwal mereka yang semakin berbeda, setiap pengawas setuju memberikan warna tertentu untuk mereka monitor.

—PENINGKATAN EFEK SAMBUNGAN CAHAYA—

1: Westbrook (Hijau): Kecemasan subjek dan ketegangan mental secara keseluruhan telah berkurang drastis. Nafsu makannya telah kembali. Baik.

2: Rexford (Kuning): Pria tampak tidak nyaman dengan perubahan warna ruangan pada awalnya, tetapi dia tampaknya sudah mengatasinya. Kuning, menjadi warna yang berani, energik, cenderung mendukung pikiran bahagia dan pemikiran optimis. Kami terutama melihat ini dalam rekaman terbarunya.

3: Rexford (Biru): Dorongan untuk berjalan dengan cemas menghilang dengan penambahan warna biru. Sepertinya membuatnya lelah. Dia menghabiskan sebagian besar waktunya untuk tidur selama eksposur. Setidaknya ritme sirkadiannya tampaknya kembali ke jalurnya.

4: Westbrook (Ungu): Subjek sangat tidak menyukai warna ungu. Dia mulai mengeluh, semakin gelisah. Mungkin situasi emosional dari masa lalu subjek. Klaim temboknya bergerak. Warnanya tidak aktif untuk waktu yang lama.

5: Wick (Merah): Setelah melihat reaksi Guy terhadap cahaya ungu, saya sangat gugup tentang apa yang akan terjadi dengan warna yang saya pilih. Itu tidak menyadarkan saya pada saat itu, tetapi saya segera menyadari bahwa satu-satunya kamar berwarna merah yang dapat saya pikirkan adalah dari film horor. Tetapi tanggapannya positif. Dia lebih aktif sekarang, bahkan melakukan berbagai latihan dan aktivitas fisik di ruang kecil. Meskipun, dia sudah terbaring di tempat tidur untuk beberapa waktu sekarang. Oh, [batuk] dia sedang masturbasi…

***

Hari demi hari, Guy, yang sebelumnya berteriak-teriak tentang menelan halusinasi, mulai bertingkah seperti dirinya lagi. Saat efek positif menjadi lebih nyata, cahaya mengungkapkan kekuatan restoratifnya atas pikirannya.

Di pagi hari pada hari ketujuh, saat Guy merapikan seprai, sesuatu yang lain muncul di kamera. Kecil, putih, berbulu, dengan hidung bergerigi lancip — seekor tikus berlarian di sepanjang dinding, tampaknya diizinkan masuk ke kamar melalui celah tak terkendali di bawah tempat tidur Guy, bahkan mungkin dituntun ke sana oleh remah-remah sisa dari bungkusan makanannya. Ini mengeluarkan suara berceloteh, yang segera menarik perhatian Guy. Dia membutuhkan waktu sejenak untuk mendaftarkan suara tersebut sebelum mendengarnya lagi. Dalam sepersekian detik, dia melompat berdiri dan memutar lehernya ke mana-mana untuk menemukan makhluk kecil itu. Pada saat dia melihat gerakan tajamnya, benda itu telah melewatinya dan masuk ke celah tersembunyi.

Setelah penemuan itu, dia dengan sengaja mulai meninggalkan potongan-potongan makanan di bawah tempat tidurnya. Kebiasaan yang baru ditemukan berkembang, di mana dia berbaring di sepanjang lantai yang dingin, terus-menerus memeriksa untuk melihat apakah tikus telah kembali. Sementara niat Guy tidak jelas, Rexford membagikan pemikirannya dalam laporannya, “Saya sangat ragu [Guy] akan menyakiti tikus itu. Dia terkunci dalam stasis sekarang, di ruangan yang tidak pernah berubah, kecuali pencahayaan yang bergantian. Sudah seminggu sekarang, dan kami telah melihat banyak peningkatan, tetapi ini jauh dari pemulihan penuh. Tikus itu memicu sesuatu untuknya, pengingat bahwa ada sesuatu yang lain selain empat dinding dan toilet. Itu adalah bagian kecil dari kehidupan yang dia pegang.”

Sebanyak upaya yang dilakukan Guy, masih belum ada tanda-tanda tikusnya akan datang kembali. Selama beberapa hari berikutnya, temperamen keseluruhan Guy mulai berubah. Terlepas dari cahaya dan batu loncatan penyembuhan yang diambilnya, paranoia mulai muncul kembali, seperti tumpahan minyak yang mencemari.

Hari 9

—04-09-16 Audio Log 216 jam di dalam—

“Mereka telah melupakan saya, bukan? Lupa tentang ujian. Saya seharusnya tidak mempercayai mereka seperti yang saya lakukan. Suatu saat, makanan dan air saya akan habis. Lalu bagaimana? Aku akan menghilang. Apa lagi? Brengsek. Penyiksa. Kunci aku dan buang kuncinya. Apakah kalian semua masih membuat catatan?
[Mengangkat jari tengah ke setiap kamera] Catat itu.”

Hari 9

—04-09-16 Audio Log 218 jam di dalam—

“Saya tidak ingin melihat empat dinding ini lagi. Setiap retakan, setiap hal meninggalkan noda permanen di ingatanku. Apakah ini yang harus Anda lihat? Apakah ini neraka tempat Anda tinggal? [Kemungkinan besar mengacu pada kembarannya]
Saya tidak ingin tidur di seprai berminyak ini. Saya tidak ingin makan makanan kering tanpa rasa ini, mengering seperti serbuk gergaji di lidah saya. Di sinilah aku akan mati, di mana bahkan Tuhan tidak akan mendengarkanku di luar sana.”

[Terperanjat] “Ini kembali, tekanan yang saya rasakan sebelumnya, mengebor tepat ke pelipis saya. Akhir-akhir ini sering kembali lagi. Terkadang saya pikir dindingnya bergerak. Saat saya menutup mata, saya merasa seperti berada di bawah air, melintasi kedalaman tak terlihat yang tidak dipedulikan siapa pun. Ruangan itu semakin tenggelam, sekarang dan nanti. Cepat atau lambat, itu akan menghancurkanku."

Hari 9

—04-09-16 Audio Log dalam 224 jam—

“Aku harus bergerak — berjalan-jalan sebentar. Ujung kakiku mulai membengkak karena tidak bergerak. Sakit sekali — sial. Saya perlu meregangkannya, tetapi saya tidak bisa. Saya tidak bisa meninggalkan tempat tidur. Saya tidak bisa karena saya tidak mau. Ketika saya mulai berdiri, perasaan buruk menggerogoti saya, seperti firasat yang luar biasa, apapun itu. 'Jangan bergerak. Demi Tuhan, jangan bergerak'. Terasa sesuatu yang berisiko. Tekanannya lebih buruk dari sebelumnya. Tekanan ini tidak akan pergi kali ini. Bahkan udaranya terasa berbeda. Setiap napas meninggalkan rasa tajam di bagian belakang tenggorokan saya, seolah-olah saya berbagi udara dengan mulut yang berbeda."

Bahkan dengan protesnya yang semakin besar untuk meninggalkan tempat tidurnya, Guy akhirnya menyerah pada rasa lapar yang menusuk. Dia merangkak — dengan hati-hati — turun dari tempat tidur dan dengan cepat pindah ke persediaannya. Saat dia meraih salah satu paket, dia segera tersentak dan berhenti. Berputar-putar dalam kebingungan, dia mundur ke tempat tidurnya dan mengambil perekam.

Hari 9

—04-09-16 Audio Log dalam 230 jam—

“Hilang — Hancur berkeping-keping — Makananku. Saya tidak bisa. Itu bukan saya. Apa yang terjadi?"

Guy telah menemukan bahwa lima dari ransum makanannya yang pernah disegel menjadi tercabik-cabik, digerogoti, kemasan kantong yang fleksibel dihancurkan oleh beberapa cara yang tidak terpikirkan.

Dengan kurangnya rekaman, para peneliti menyimpulkan bahwa tikus adalah penyebab yang paling mungkin. Jika seseorang menemukan jalan masuknya, apa lagi yang bisa menghentikan lebih banyak dari menyelinap masuk dan merampok simpanan yang tidak dijaga?

Meskipun tidak terduga, masih banyak makanan yang belum tersentuh sampai hari terakhir eksperimen — hari di mana pikiran Guy yang kacau berubah menjadi fiksi sekarang.

Sarafnya yang sudah layu membuat penolakan Guy untuk meninggalkan batas aman tempat tidurnya menjadi lebih besar. Cahaya lembut yang menyelimuti meja bahkan tidak memberikan sedikit pun kenyamanan. Tidak mengherankan, dia tidak bisa lagi tertidur.

Beberapa waktu kemudian, antara jam 3 dan 4 pagi, teriakan bergema di dalam ruangan. Kamera menunjukkan Guy yang sedang bergerak mundur, menekan punggungnya dengan kuat ke dinding, dengan mata melotot dan jari-jarinya tertancap di dadanya.

Hari 10

—04-10-16 Audio Log dalam 240 jam—

[Nafas tertahan] "Baru saja, tepat di tepi tempat tidurku — Oh, Tuhan. Aku-uh mendengar sesuatu. Kedengarannya seperti gerakan, sesuatu yang bergemerisik. Lalu geraman. Geraman yang mengerikan. Saya tidak berhalusinasi, saya tahu saya tidak. Ada geraman. Udara tebal; ada rasa busuk yang kuat di mulutku. Ada sesuatu di sana; ada sesuatu yang mengawasiku."

Audio yang direkam tidak menafsirkan geraman Guy, tetapi mengalami beberapa distorsi tersendat di tempat-tempat tertentu.

Seiring berjalannya waktu, Guy sering mengeluh tentang penyakit yang dia rasakan. Meningkatnya "tekanan tersembunyi". Penebalan "bau busuk di udara". Ketegangan meningkat, sampai pada akhirnya tubuhnya menuntut untuk membersihkan dirinya sendiri. Dia muntah, menutupi mulutnya, dan kemudian dengan sembrono lari ke toilet. Ketika suara muntahnya berhenti, dan gemetar di kakinya berhenti, dia menemukan kekuatan untuk berdiri dan kembali ke jaring pengaman di tempat tidurnya.

Tiba-tiba, dia berhenti. Rona warna yang sudah sekilas menghilang dari wajahnya. Tangannya gemetar gugup, disematkan ke samping. Benang empedu yang tertinggal mengalir di dagunya. Tim mulai khawatir dia mengalami semacam stroke.

Untungnya, keterampilan motorik kembali padanya, saat dia jatuh ke belakang dalam serangkaian langkah kacau dan pingsan di sudut ruangan yang tidak terang. Dia duduk di sana selama beberapa waktu. Akhirnya, dia menelusuri perangkatnya dan menekan jarinya yang gemetar pada "rekam".

Hari 10

—04-10-16 Log Audio dalam 245 jam—

[Berbisik] “Aku tidak sendiri. Ada sesuatu disini. Aku baru saja merasakannya — berdiri beberapa inci dariku. Mengapa? Saya tidak melihat apa-apa, tapi saya yakin itu ada di sana. Membayangi saya. Menunggu saya."

Mengadopsi sudut remang sebagai keamanan barunya, Guy tidak kembali ke tempat tidurnya atau cahaya yang menyelimuti itu. Meskipun lampu mengubah warna menjadi berbeda-beda, tidak ada yang memicu reaksi. Dia hanya duduk di sana, menatap ke ruang kosong dan menjulurkan lehernya seolah melihat sesuatu.

Hari 10

—04-10-16 Log Audio dalam 248 jam—

“Ada gerakan; Saya yakin sekarang. Saya tidak lagi sendiri. Tapi apa itu? Hantu? Tidak — terlalu aktif. [Hening, napas tumpang tindih] Awalnya, saya pikir dindingnya bergerak, tapi saya salah. Cahaya itulah yang bergerak, berdesir, dan bengkok saat mereka melewatinya. Kegelapan benar-benar berusaha mencegah otak saya untuk melihatnya. Terkadang itu berbentuk siluet samar. Terkadang bentuknya tidak bertekstur. Terkadang bergeser dan kemudian bergeser lagi. Terkadang bergerak-gerak. Terkadang membunyikan gigi mereka. Molar melawan molar. Klak — klak. Terkadang menggores paku di lantai. Mereka tertarik pada cahaya, bergerak hanya di tempat yang disentuh cahaya, bersembunyi di dalamnya seperti selimut. Saya tidak berpikir mereka bisa melihat saya. Belum."

Salah satu cuplikan penting menunjukkan Guy melakukan upaya yang buruk untuk mendapatkan jatah makanan dan airnya. Kepalanya memindai ruangan dengan gerakan maju mundur, seolah-olah memeriksa bahwa ruang kosong itu bersih. Perlahan, dia melayang kembali ke cahaya yang menjangkau, beringsut lebih dekat ke persediaan. Saat dia hampir sampai, dia membeku. Dia menoleh ke arah sesuatu yang tidak bisa dilihat kamera — sesuatu di bawah tempat tidur. Setelah beberapa saat menatap, dia membatalkan misi dalam keadaan gila-gilaan dan mundur ke bayang-bayang sudut.

Hari 11

—04-11-16 Audio Log dalam 265 jam—

“Saya melihat seekor tikus di bawah tempat tidur, mengambil salah satu sisa makanan yang saya tinggalkan. [Terisak tertahan] Kemudian dia mulai menjerit dan menggeliat. Bercak darah tertinggal di mana pun tikus itu berguling. Kemudian berhenti dan mulai melayang, seolah-olah tersangkut di rahang sesuatu yang tak terlihat. Rahang itu mengoyak-ngoyak tikus. Isi perut tikus itu menjuntai seperti pita basah. Saya tidak aman."

Hari 11

—04-11-16 Audio Log dalam 273 jam—

"Aku tahu bagaimana mereka masuk. Ruang kecil di dalam ruangan. . . Saya ingin menyebutnya kantong. Mereka masuk. Bau busuk itu kembali. Mereka memeras jalan keluar. Saya rasa saya tahu di mana kantongnya juga.

Satu di langit-langit

Satu di bawah tempat tidur

Satu di dinding kiri

Mereka ada dimana-mana, semakin banyak. Semakin keras. Klak-klak-klak-klak. Saya sudah tidak bisa menghitung berapa banyak sekarang. Saya harus menjauh dari cahaya; itu hanya akan membuatku lebih mudah menjadi mangsa. Tolong, jika Anda dapat mendengar saya, matikan lampunya. "

Halusinasi visual yang menghantuinya semakin memburuk. Setiap log audio yang diterima menjadi lebih menakutkan tentang hal-hal tak terlihat yang masuk dan keluar dari ruangan. Meskipun tidak ada sisa-sisa hewan pengerat yang dimutilasi di bawah tempat tidur, ada tanda-tanda perubahan warna di lantai.

Meskipun telah menghabiskan tiga hari yang mengerikan di sudut yang gelap, Guy menolak untuk meninggalkan tempat berlindung di sudut itu. Cahaya, yang sebelumnya meningkatkan kewarasannya, sekarang menjadi apa yang dia hindari. Apa yang seharusnya meniadakan yang lain tampaknya hanya mengintensifkannya sekarang.

Seolah-olah didatangi kemalangan, para peneliti menghadapi anomali yang tidak mereka persiapkan. Baik kamera dan perekam Guy mulai tidak berfungsi. Distorsi audio yang gagap dari sebelumnya memburuk. Suara yang berhasil bocor keluar dari perangkat Guy rusak dengan desisan statis.

Tidak dapat menyelesaikan masalah, mereka dipaksa untuk membuat keputusan. Akhiri eksperimen lebih awal dan kumpulkan data yang terkumpul, atau ikuti instruksi asli Guy dan lanjutkan ke hari terakhir. Dengan dua orang yang mendukung (Westbrook & Rexford) untuk melanjutkan, dan satu yang menentang (Wick), keputusan dibuat untuk bertahan sampai hari keempat belas. Meskipun audio tidak lagi berfungsi, masih banyak input visual untuk diekstrak.

Tingkah laku Guy terus memburuk. Dia tidak lagi tidur atau berusaha meraih makanan dan air, apalagi ke kamar mandi. Sebaliknya, ia buang air kecil dan besar di pojok yang remang-remang. Tumpukan dan genangan kotorannya berkumpul di sana seperti timbunan kotoran hewan yang dikurung.

“Segalanya benar-benar memburuk,” Rexford berbagi dari wawancara berikut. “Sejujurnya kami harusnya berhenti dan mengemas semuanya saat itu juga. Tapi kami memiliki instruksi untuk melihatnya sampai akhir. Ada suatu malam [Victoria] dan saya bekerja bersama. Saya ingat saya melangkah keluar sebentar untuk mencari udara segar dan ketika kembali saya melihatnya terengah-engah, tangan [Guy] menutupi mulutnya karena syok. Saya segera memeriksa kamera dan melihat apa yang membuatnya ngeri. [Guy] sedang menggali kotorannya dan mengoleskan kotoran itu ke dinding. Pada awalnya, saya pikir itu hanyalah kekacauan yang tidak dapat dipahami. Tapi kemudian, saya melihat dengan tepat apa yang dia tulis:

MEREKA

DIMANA MANA

MATIKAN

CAHAYANYA

“Setelah itu, [Victoria] tidak ingin lagi melakukan eksperimen tersebut. Dia mengatakan kepada kami bahwa dia telah melakukan penyiksaan. Westbrook juga kehilangan sejumlah waktu yang bisa dia berikan, jadi banyak hal jatuh ke pundak saya. Saya tidak terlalu keberatan; Saya ingin terlibat. Saya sangat ingin melihat keberhasilan eksperimen ini. "

Dengan dua hari tersisa dari kurungan Guy, Rexford hanya sendirian untuk melakukan dorongan terakhir. “Saya mencoba memikirkan cara untuk memudahkan dia kembali ke cahaya. Jadi, saya memikirkan sebuah rencana. Sedikit demi sedikit, saya akan menaikkan voltase lentera sampai ruangan itu menjadi terang benderang. Tidak ada lagi sudut gelap baginya untuk bersembunyi. "

Untuk menjalankan rencananya, Rexford memulai dengan memperkuat rona biru lembut di dalam ruangan. Cahaya mulai menjilat dinding dan memanjat tempat tidur. Guy dengan cepat memperhatikan dan terlihat menyusut lebih jauh ke belakang. Dia mencoba memprotes dengan sia-sia, menurut rekaman umpan balik yang kacau.

Hari 13

—04-13-16 Audio Log dalam 315 jam—

"BERHENTI 0amu sedang mem0awa m0reka mendekat 0amu dengarkan m0reka akan menemukan saya mati00 ca00ya mereka akan 00nemukan saya."

Mengabaikan keberatan Guy yang jelas, Rexford menyinari cahaya lebih kuat hingga mendekat beberapa inci, membakar selimut bayangan posisi Guy. Dalam upaya putus asa dan kebinatangan, Guy berusaha membanting tinjunya ke pintu yang terkunci, mencakar tanpa hasil dengan kukunya.

Bersamaan dengan itu, saat bayangan terakhir dari lapisan pelindungnya menguap, Guy berlari kencang menuju lentera. Dengan pukulan putus asa dari tinjunya, dia meninju itu, menghancurkan bohlamnya dalam letusan kaca, seperti cangkang kembang api. Saat kegelapan sekali lagi menyelimuti ruangan, dan dengan adrenalin yang masih berpacu di seluruh sistemnya, dia meraih segenggam pecahan pecahan dan memasukkannya ke dalam mulutnya. Potongan audio yang rusak masih menangkap suara potongan tajam yang pecah di antara giginya.

Rexford segera meninggalkan posnya dan bergegas ke kamar. Dia membuka pintu, menemukan sebuah ruangan dengan seprai bernoda protein, hieroglif kotoran di dinding, dan subjek tes mereka roboh di atas meja.

"Baunya membuatku keluar," komentar Rexford. “Campuran bau yang berbeda. Gabungan dari keringat, urin, feses, darah, busuk, dan bau meragukan lainnya yang tidak ingin saya jelaskan. Saya mencoba untuk tidak mengingatnya. Hal terakhir yang ingin saya lakukan adalah muntah saat saya berhasil menariknya keluar dari sana. Dia meludahkan sesuatu untukku, sambil meludahkan gumpalan darah dan pecahan kaca. Dia merasa punggungnya terbakar. Ketika saya memeriksanya, saya tidak tahu apa yang saya lihat. Memar, memar berbentuk tangan di sekujur tubuhnya."

Rabu, 13 April, sekitar pukul 21.05, Guy dibawa ke Pusat Medis Universitas Nassau, di mana dia menerima beberapa jahitan untuk tangannya dan juga jaringan yang longgar di mulutnya. Dia sembelit, demam, dehidrasi parah, dan kurang gizi. Saat memeriksa memar aneh yang melapisi tulang punggungnya, Dokter Marion Cobb, menanyakan apakah Guy telah diserang. Saat diberi tahu tidak, dia membagikan pemikirannya. “Di Vietnam, kami menyebut memar yang tidak bisa dijelaskan sebagai gigitan hantu. Tanda yang muncul tanpa cedera dan tidak ada penyebab cedera apapun. Itu bisa menimbulkan risiko masalah medis atau bahkan kelainan darah yang berisiko. Kami akan melakukan hitung darah lengkap (CBC) untuk setiap penyimpangan.” Dia menambahkan dengan skeptis, "Namun, jika memang begitu, saya belum pernah melihat yang berbentuk mencolok ini sebelumnya."

Tes darah kembali normal.

Saat Guy pulih dari waktunya di bunker, dia mengulangi serangkaian tes dan wawancara yang sama yang dia lakukan sebelum penahanannya. Tes yang dilakukan dengan ingatannya menunjukkan bahwa ingatannya telah terganggu: dia berjuang bahkan dengan pertanyaan yang paling sederhana dan membutuhkan waktu 65% lebih lama untuk menyelesaikan setiap tugas. Saat dirawat di rumah sakit, dia bersikeras agar perawat mematikan lampu kamarnya.

Adapun setelah proyek tersebut, jurnalis perguruan tinggi New York, David Saxon (setelah berbulan-bulan mengelak) dapat melakukan wawancara singkat dengan Guy pada matahari terbenam pertama bulan Agustus.

Dia melanjutkan dengan menggambarkan rumah tempat pertukaran itu terjadi. “Gelap, tidak sebanyak kedipan di kamar mana pun. Semua lampu disekrup. Bahkan jendelanya dicat hitam.” Ketika saya bertanya apakah cahaya dari kamera kami dapat diterima, dia dengan ragu-ragu setuju. Reporter itu menambahkan, “Dari apa yang saya lihat dari Tuan XXXXX, dia terlihat sangat lelah. Matanya cekung, dan kulitnya pucat, seakan semua pigmen disedot langsung dari tubuhnya. ”

T: “Berikut deskripsi eksperimen, seperti yang tertulis di situs web Anda:“ Upaya untuk mengurangi efek mengerikan dari kurungan isolasi melalui penggunaan manipulasi cahaya.”

Guy: [Mengangguk di kursinya]

T: "Anda telah mencabut pernyataan itu sejak saat itu. Mengapa demikian?"

Guy: “Bukankah sudah jelas? Hasilnya bukan seperti yang saya inginkan. "

T: “Benar. Kalau dipikir-pikir, menurutmu apakah sebelumnya anda terlalu meremehkan seperti apa dua minggu di bunker itu?”

Guy: "Mungkin. Pada awalnya, saya pikir saya telah mengambil setiap tindakan pencegahan yang bisa dibayangkan. Saya percaya ketabahan mental saya dapat mengatasi rintangan apa pun. Saya salah."

T: "Jika Anda cukup nyaman untuk menjawab, saya ingin bertanya lebih banyak tentang waktu Anda di bunker dan tentang halusinasi yang Anda alami."

Guy: "Oh, ya. Ada halusinasi yang tak terhitung jumlahnya di tempat itu. Hewan, mobil mainan, musik, apa saja. Tapi bukan itu yang kamu tanyakan, kan? ”

T: “Ya — tidak. Saya mengacu pada hal-hal yang, eh, membunuh tikus itu? ”

Guy: “Saya tidak bisa memberi tahu Anda berapa malam yang saya habiskan untuk berdoa sehingga apa yang saya saksikan di tempat itu adalah rekayasa pikiran yang sederhana. Tapi tidak serumit itu. Sebuah lampu menyala di tempat gelap, dan ada sesuatu yang menyukainya. Untuk beberapa waktu, saya percaya apa yang saya lihat di sana tidak nyata. Begitulah, sampai saya mulai melihat mereka di rumah. Benda-benda berdesir di sekitar, pintu beringsut terbuka, paku menyapu ubin dapur. Mencari saya."

Q: [Berdehem tidak nyaman] "Itukah sebabnya rumahmu begitu gelap?"

Guy: "Saya ingin menanyakan sesuatu sekarang, apakah Anda punya anak di rumah?"

T: "Huh, ya, saya sedang dalam perjalanan, mengapa Anda bertanya?"

Guy: "Apakah mereka masih tidur dengan lampu malam?"

T: “Apa relevansinya dengan itu?”

Guy: [Maju beberapa inci] “Anda mungkin ingin memberi tahu teman Anda untuk mematikan lampu kamera. Mereka mengikuti saya pulang. Mudah-mudahan, mereka tidak mengikuti Anda. ”

T: "Apa yang Anda maksud dengan itu?"

Tidak ada pertanyaan lebih lanjut yang dijawab.

Jumat, 12 Maret 2021

Creepypasta Story : Russian Roulette

Russian Roulette
Penulis: RiNacht
  
  
  
Suara gemuruh penonton terdengar antusias meneriakkan nama kami. Ditengah suara hiruk pikuk itu, terdengar putriku mengetuk-ngetuk meja dengan tidak sabar. “Ayo, Ayah. Sekarang giliranmu” ucapnya dengan nada bosan. Kutatap pistol revolver nagant yang berada di tanganku dengan cermat dan penuh ketelitian, meskipun aku sudah tahu betul setiap inchi dan ukiran pada pistol ini. Dengan hati-hati, kuletakkan pistol itu dikepalaku. Kuraba pelatuk pistol itu sebentar, lalu kutekan dengan sekuat tenaga.

KLIK

Tidak terjadi apa-apa.

Aku melirik kearah seorang pria dengan jas hitam yang sedang mencatat di sebuah buku. Sampai saat ini, aku tidak tahu apa yang dia tulis dan bagaimana isi dari buku itu. Entah itu pencatatan poin atau hal lain. Satu-satunya yang aku tahu adalah dia merupakan wasit dari permainan ini. Permainan mengerikan yang sedang kujalani ini.

“Kyaa. Bagus sekali, Ayah. Sekarang giliranku” putriku bertepuk tangan dengan riang, lalu segera mengambil pistol begitu kuserahkan padanya. “Hati-hati, Nak” aku berusaha mengingatkannya, meski aku tidak bisa menghentikannya. Karena permainan ini tidak dapat dihentikan. Dengan semangat yang tinggi, putriku mendekatkan pistol itu di kepalanya dan menarik pelatuk pistol tersebut.

KLIK

Tidak terjadi apa-apa.

Pria itu melihat sekilas kearah permainan, mengangguk sebentar, lalu melanjutkan menulis sesuatu pada bukunya. Sedangkan para penonton mulai berbisik-bisik karena merasakan ketegangan.

Putriku lalu menyerahkan pistol itu kepadaku. “Ini sudah tembakan yang keberapa, Yah?’ tanya putriku dengan nada polos. “Ini tembakan yang kelima” aku tersenyum, lalu mengusap rambut berkepangnya dengan lembut. “Jika Ayah menarik pelatuk ini, maka akan menjadi tembakan keenam”

“Enam seperti usiaku!” sahutnya ceria. “Ya, benar. Enam seperti usiamu, Sweetheart” aku tersenyum pedih. Tersisa dua slot tembakan lagi. Dan salah satu dari dua slot itu, mengandung peluru yang akan membunuh antara aku dan putriku.

“Apa kita akan mati, Ayah?” tanya putiku dengan nada ketakutan. Aku menggeleng. Kutatap mata putriku dengan serius, “Jangan pikirkan itu, semua akan baik-baik saja” aku menggenggam erat tangan putriku, berusaha menenangkannya dengan menjual harapan palsu.

Sungguh, aku sangat tidak ingin kalah. Tapi aku tidak bisa membiarkan sesuatu yang buruk terjadi pada putriku. Dengan perlahan, kutarik pelatuk itu di dekat kepalaku dengan tangan yang sedikit gemetar.

KLIK

Tidak terjadi apa-apa.

Aku terdiam begitu mengetahui tidak terjadi sesuatu padaku. Sekarang hanya tersisa satu slot, dan ini adalah giliran putriku. “Ayah… kenapa kau diam? Apa aku akan… mati?” aku tidak menjawab, kupeluk putriku dengan erat. “Maaf.. maaf” ucapku lirih. Wasit yang sedari tadi menonton berjalan kearah kami, lalu melepaskan pelukanku dari putriku. 

Diserahkannya pistol terkutuk itu pada putri kecilku. “Dengar, Nak. Tembakkan pistol itu pada dirimu. Ayahmu harus melihatmu mati, karena itu adalah hukumannya” putriku mulai menangis, lalu mengangguk setuju. “Jangan lakukan itu! Lepaskan pistolnya!” perintahku padanya. Namun putriku tidak menurutinya, dia hanya tersenyum. Putriku meletakkan moncong pistol dimulutnya, dan menarik pelatuk.

DARR!

Peluru pistol itu menembus tengkoraknya. Putriku terjatuh dengan bersibah darah, menggelepar sesaat sebelum akhirnya mati. Penonton bersorak dan bertepuk tangan dengan gembira. Aku tidak kuasa menahan air mataku. Seketika tangisku pecah, meratapi kekalahan putriku.

Pria itu menepuk tangannya dua kali, secara ajaib jasad putriku menjadi transparan lalu hilang bagai tak pernah ada disana. Pria itu mengambil bukunya, lalu mencatat sesuatu. Setelah itu, dia menyebutkan kata-kata menjemukkan yang sudah kudengar ribuan kali.

“Martin Clark. Usia = 30 tahun. Dosa semasa hidup = Merampok bank, menculik sandera, membunuh sandera, lalu bunuh diri ketika tertangkap polisi. Hukuman yang harus dijalani = menyaksikan simulasi kematian dari orang-orang terkasih secara berulang, mati tertembak dalam permainan, lalu dibangkitkan kembali untuk terus menjalani permainan hingga dosanya terampuni”

Pria wasit itu mengisi satu peluru pada pistol, lalu memutar slotnya hingga teracak. Setelah itu, dia menjentikan jarinya. Dari kursi di dekat meja permainan, ibuku muncul dengan senyum hangat yang menghiasi wajahnya. Pria itu memberikan pistol padaku, lalu memintaku untuk duduk di kursiku.

Menggunakan pengeras suara, wasit mengumumkan ronde permainan nerakaku dengan lantang.

“Permainan Russian Roulette ronde 6134, Tuan Clark melawan bayangan Ibunya. Pasang taruhan kalian teman-teman, karena pendosa satu ini masih memiliki banyak waktu untuk melanjutkan permainan”

--
*Pistol revolver nagant = Revolver Nagant M1895 adalah revolver bersegel gas tujuh tembakan yang dirancang dan diproduksi oleh industrialis Belgia Léon Nagant untuk Kekaisaran Rusia.
(Sc: Wikipedia)
**Russian Roulette = Russian Roulette adalah permainan mematikan di mana seorang pemain menempatkan satu peluru dalam sebuah revolver, memutar silinder, meletakkan moncong revolver itu di kepala/mulut mereka, dan menarik pelatuk sambil berharap peluru tidak melubangi mereka.
(Sc: Wikipedia)