Penulis: RiNacht
Suara gemuruh penonton terdengar antusias meneriakkan nama kami. Ditengah suara hiruk pikuk itu, terdengar putriku mengetuk-ngetuk meja dengan tidak sabar. “Ayo, Ayah. Sekarang giliranmu” ucapnya dengan nada bosan. Kutatap pistol revolver nagant yang berada di tanganku dengan cermat dan penuh ketelitian, meskipun aku sudah tahu betul setiap inchi dan ukiran pada pistol ini. Dengan hati-hati, kuletakkan pistol itu dikepalaku. Kuraba pelatuk pistol itu sebentar, lalu kutekan dengan sekuat tenaga.
KLIK
Tidak terjadi apa-apa.
Aku melirik kearah seorang pria dengan jas hitam yang sedang mencatat di sebuah buku. Sampai saat ini, aku tidak tahu apa yang dia tulis dan bagaimana isi dari buku itu. Entah itu pencatatan poin atau hal lain. Satu-satunya yang aku tahu adalah dia merupakan wasit dari permainan ini. Permainan mengerikan yang sedang kujalani ini.
“Kyaa. Bagus sekali, Ayah. Sekarang giliranku” putriku bertepuk tangan dengan riang, lalu segera mengambil pistol begitu kuserahkan padanya. “Hati-hati, Nak” aku berusaha mengingatkannya, meski aku tidak bisa menghentikannya. Karena permainan ini tidak dapat dihentikan. Dengan semangat yang tinggi, putriku mendekatkan pistol itu di kepalanya dan menarik pelatuk pistol tersebut.
KLIK
Tidak terjadi apa-apa.
Pria itu melihat sekilas kearah permainan, mengangguk sebentar, lalu melanjutkan menulis sesuatu pada bukunya. Sedangkan para penonton mulai berbisik-bisik karena merasakan ketegangan.
Putriku lalu menyerahkan pistol itu kepadaku. “Ini sudah tembakan yang keberapa, Yah?’ tanya putriku dengan nada polos. “Ini tembakan yang kelima” aku tersenyum, lalu mengusap rambut berkepangnya dengan lembut. “Jika Ayah menarik pelatuk ini, maka akan menjadi tembakan keenam”
“Enam seperti usiaku!” sahutnya ceria. “Ya, benar. Enam seperti usiamu, Sweetheart” aku tersenyum pedih. Tersisa dua slot tembakan lagi. Dan salah satu dari dua slot itu, mengandung peluru yang akan membunuh antara aku dan putriku.
“Apa kita akan mati, Ayah?” tanya putiku dengan nada ketakutan. Aku menggeleng. Kutatap mata putriku dengan serius, “Jangan pikirkan itu, semua akan baik-baik saja” aku menggenggam erat tangan putriku, berusaha menenangkannya dengan menjual harapan palsu.
Sungguh, aku sangat tidak ingin kalah. Tapi aku tidak bisa membiarkan sesuatu yang buruk terjadi pada putriku. Dengan perlahan, kutarik pelatuk itu di dekat kepalaku dengan tangan yang sedikit gemetar.
KLIK
Tidak terjadi apa-apa.
Aku terdiam begitu mengetahui tidak terjadi sesuatu padaku. Sekarang hanya tersisa satu slot, dan ini adalah giliran putriku. “Ayah… kenapa kau diam? Apa aku akan… mati?” aku tidak menjawab, kupeluk putriku dengan erat. “Maaf.. maaf” ucapku lirih. Wasit yang sedari tadi menonton berjalan kearah kami, lalu melepaskan pelukanku dari putriku.
Diserahkannya pistol terkutuk itu pada putri kecilku. “Dengar, Nak. Tembakkan pistol itu pada dirimu. Ayahmu harus melihatmu mati, karena itu adalah hukumannya” putriku mulai menangis, lalu mengangguk setuju. “Jangan lakukan itu! Lepaskan pistolnya!” perintahku padanya. Namun putriku tidak menurutinya, dia hanya tersenyum. Putriku meletakkan moncong pistol dimulutnya, dan menarik pelatuk.
DARR!
Peluru pistol itu menembus tengkoraknya. Putriku terjatuh dengan bersibah darah, menggelepar sesaat sebelum akhirnya mati. Penonton bersorak dan bertepuk tangan dengan gembira. Aku tidak kuasa menahan air mataku. Seketika tangisku pecah, meratapi kekalahan putriku.
Pria itu menepuk tangannya dua kali, secara ajaib jasad putriku menjadi transparan lalu hilang bagai tak pernah ada disana. Pria itu mengambil bukunya, lalu mencatat sesuatu. Setelah itu, dia menyebutkan kata-kata menjemukkan yang sudah kudengar ribuan kali.
“Martin Clark. Usia = 30 tahun. Dosa semasa hidup = Merampok bank, menculik sandera, membunuh sandera, lalu bunuh diri ketika tertangkap polisi. Hukuman yang harus dijalani = menyaksikan simulasi kematian dari orang-orang terkasih secara berulang, mati tertembak dalam permainan, lalu dibangkitkan kembali untuk terus menjalani permainan hingga dosanya terampuni”
Pria wasit itu mengisi satu peluru pada pistol, lalu memutar slotnya hingga teracak. Setelah itu, dia menjentikan jarinya. Dari kursi di dekat meja permainan, ibuku muncul dengan senyum hangat yang menghiasi wajahnya. Pria itu memberikan pistol padaku, lalu memintaku untuk duduk di kursiku.
Menggunakan pengeras suara, wasit mengumumkan ronde permainan nerakaku dengan lantang.
“Permainan Russian Roulette ronde 6134, Tuan Clark melawan bayangan Ibunya. Pasang taruhan kalian teman-teman, karena pendosa satu ini masih memiliki banyak waktu untuk melanjutkan permainan”
--
*Pistol revolver nagant = Revolver Nagant M1895 adalah revolver bersegel gas tujuh tembakan yang dirancang dan diproduksi oleh industrialis Belgia Léon Nagant untuk Kekaisaran Rusia.
(Sc: Wikipedia)
**Russian Roulette = Russian Roulette adalah permainan mematikan di mana seorang pemain menempatkan satu peluru dalam sebuah revolver, memutar silinder, meletakkan moncong revolver itu di kepala/mulut mereka, dan menarik pelatuk sambil berharap peluru tidak melubangi mereka.
(Sc: Wikipedia)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar